I. EPIDEMIOLOGI
a.
Di Eropa bagian barat dan Amerika Serikat, penyakit kanker payudara
(KPD) merupakan penyakit keganasan terbanyak yang dijumpai pada kelompok
wanita. Sebaliknya di Amerikas Serikat dan Asia KPD mempunyai insiden rendah.
Diperkirakan Jepang dan Indonesia mempunyai insidens sama.Dinegara barat dimana
industri merupakan kegiatan ekonomi yang utama, tidak hanya didapat insidens
tinggi untuk KPD tetapi juga angka
kematian yang tinggi sehingga masalah untuk kesehatan masyarakat pada negara
tersebut. Indonesia yang penduduknya kurang lebih 180 juta, sampai saat
ini belum mempunyai sisitem pencatatan
penyakit kanker atau registrasi kanker
yang baku. Berdasarkan survey rumah tangga pada beberapa rumah sakit dan
pencatatan hasil pemeriksaan patologi, frekuensi KPD menempati peringkat
tertingi nomer 2 seteleh kanker mulut rahim. Penyakit ini juga dapat diderita
pada laki-laki dengan frekuensi sekitar 1 persen.
b. Faktor resiko tertinggi KPD adalah :
Riwayat keluarga menderita KPD, biasanya
generasi pertama : ibu atau saudara perempuan
Pernah menderita kanker payudara
Pada biopsy didapat hasil kelainan hiperplasia
dengan sel atipik
Dari kepuastakaan dikenal factor resiko yang
berhubungan dengan KPD yaitu umur wanita > 40 tahun yang tidam mempunyai
anak, wanita yang tidak kawin, wanita yang mempunyai anak > 40 tahun,
menarche dini (12 tahun), menopause lambat, riwayat trauma pada payudara,
konsumsi tinggi makanan berlemak, masa mnyusui yang singkat.
Identifikasi faktor resiko KPD ditiap-tiap
negara sangat berfariasi dan tergantung
dengan penelitian yang telah dilakukan
pada populasi ditempat tersebut.
FKUI telah melakukan penelitihan kerjasama dengan lembaga penleitian
Jepang suatu studi kasus kontril (case
control study) pada 3000 KPD di RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo. Penelitian
memberi hasil adanya beberapa factor
yang meningkatkan resiko KPD yaitu :
1.
trauma pada payudara
2.
berat badan yang rendah
3.
menopouse yang lambat/ induksi
4.
jumlah kehamilan rendah
5.
masa menyusui yang singkat
6.
hubungan keluarga dengan penderita KPD
7.
Konsumsi tinggi makanan berlemak
Peningkatan factor resiko dua sampai tiga kali
dijumpai pada keadaan berat badan rendah
dan konsumsi makanan berlemak dengan resiko relatif masing-masing 2.85 dan
2.63.
II. MASALAH
a.
Meskipun telah banyak dilakukan peneleitian dan memberikan dampak
kemajuan dalam pengobatan KPD, namun
hingg saat ini angka kesakitan (insidens), kejadian (morbiditas) dan angka
kematian kematian (mortalitas) masih tetap[ tinggi. Dari hasil penelitian telah berhasil diidentifikasifaktor prognosis
baik dalam tingkat klinis maupun tingkat
maupun tingkat seluler. Penilaian
tingkat klinis seperti : besarnya tumor, jumlah kelenjar getah bening yang psitif mengandung sel ganas atah KGB (+)
serta derajat keganasanan, perlu dipadukan dengan hasil pemeriksaan tingkat
seluler lainnya. Diperlukan suatu program yang dapat menurunkan angka kematian
dengan pendekatan individu atau komunitas/ masyarakat.
b.
Tidak berbeda dengan penanggulangan penyakit kanker pada umumnya, maka
penanggulangan KPD merupakan upaya komprehensif atau terpadu dari berbagai
disiplin ilmu meliputi
- Pencegahan/ pencegahan primer
- Deteksi dini/ pencegahan skunder
- Diagnosis
- Pengobatan
- Rehabilitasi
Di Indonesia di data rumah sakit dijumpai lebih dijumpai lebih dari 50%
penderita KPD dating dengan stadium lanjut dan kegiatan untuk menurunkan angka
kematian masih terbatas pada diagnsosis, pengobatan dan rehabilitasi. Dari
berbagai penelitian telah dibuktikan bahwa KPD stadium dini dapat memberi
keberhasilan dalam meningkatkan angka survival.
c.
Pengertian tentang screening dan pencegahan KPD dan manfaatnya belum
difahami secara mendalam oleh masyarakat maupun tegaga kesehatan.
III. PENGERTIAN PENCEGAHAN DAN SKRINING KPD
- Pencegahan KPD adalah pencegahan primer yang bertujuan menurunkan insidens KPD dan secara tidak langsung akan menurunkan angka kematian Secara teoritis KPD payudara dapat dicegah dimana hal ini sangat berhubungan dengan lingkuangan dan kebiasaan hidup. Phenomena tingginya factor resiko KPD migran wanita Jepang tinggal di Amerika dibandingkan dengan yang tinggal di Jepang serta tingginya resiko KPD pada kelompok konsumsi tinggi lemak dibandingkan rendah lemak membuktikan pernyataan diatas
- Skrining KPD adalah pencegahan sekunder dengan melakukan pemeriksaan yang bertujuan menemukan tanda-tanda dini KPD pada kelompok tanpa symtomp atau keluhan. Jika pada skrining didapatkan tanda dan gejala kecurigaan KPD maka peserta skrining tersebut tidak termasuk dalam program skrining. Peserta tersebut akan dilakukan beberapa pemeriksaan dengan tujuan untuk diagnostik. Dengan skrining akan didapatkan stadium KPD dini sehingga memberikan keberhasilan dalam pengobatan yaituiu menurunkan morbioditas dan mortalitas.
- Pencegahan dan skrining KPD, merupakan upaya pencegahan primer dan skunder dengan bertujuan yang sama yaitu menurunkan insidens dan angka kematian. Perbedaannya adalah pada strategi pelaksanaannya dimana pada pencegahan primer (pencegahan) lebih mementingkanidentifikasi factor resiko dengan harapan dapat menelusur etiologi dari KPD, sedangkan pencegahan skunder (skrining) suatu upaya mendapatkan KPD sedini mungkin dengan melakukan beberapa pemeriksaan. Intervensi pengobatan yang diberikan pada KPD dini akan memberikan perubahan perjalanan penyakit KPD dan haisl pengobatan . Perjalanan penyakit KPD meliputi:
Perubahan biologik pada saat terjadinya KPD
- Interval pre klinik (interval pada saat terdeteksi KPD dan timbul gejala/ tanda-tanda KPD)
- Stadium klinik (keadaan adanya gejala/ tanda-tanda KPD
- Terpaparnya keadaan klinis KPD baik yang diobati maupun yang tidak diobati.
IV. PENCEGAHAN PRIMER
Konsep dasar dari pencegahan primer adalah
menurunkan insidens KPD dengan secara
1. Mencegah terpaparnya substansi yang menurunkan resiko terjadinya KPD
2. Menggunakan proteksi terhadap bahan karsinogenik
3.
Menggunakan bahan yang dapat mencegah proses karsinogenik
Upaya pencegahan pada KPD sampai saat ini
masih dalam taraf eksperimental. Beberapa factor seperti genetic, epidemiologi
dan studi laboratorium memegang peranan penting dalam usaha yang akan
dilakukan. Hal lain adalah uapaya untuk
untuk mencari factor resiko KPD
pada kelompok masyarakat tertentu yang sangat berguna untuk di Informasikan
kepada masyarakat sehingga dapat berperan serta pada program pencegaha.
Pembuktian adanya hubungan antara KPD dengan
hormon telah diketahui dengan melakukan menopouse artificial yang dapat
menurunkan factor resiko KPD. Resiko
relatif wanita umur anatara 35 tahun – 44 tahun turun dari 0.68 menjadi
0.65 jika dilakukan menopouse artificial, tetapi tidak akan terjadi penurunan
jika dilakukan pada umur 50 tahun Diet
rendah lemak juga berpengaruh pada terhadap proses metabolisme hormonal yang
akan merendahkan factor resiko KPD. Studi lain menghubungkan diketemukannya petanda
genetic BRCA1 dan BRCA 2 pada 2% KPD,
terutama pada kelompok yang memupnyai riwayat KPD pada keluarga (ibu, nenek
atau saudara perempuan). Masalah yang timbul jika telah diketahui factor resiko
tinggi tersebut adalah apakah perlu dilakukan intervensi seperti pengangkatan
payudara sebagai upaya pencegahan atau hanya dilakukan observasi saja. Hal ini
juga masih dipertentangkan pada keadaan kelainan hiperplasia dengan sel atipik
yang merupakan factor resiko tinggi KPD.
Penelitian yang sekarang sedang berlangsung adalah pemberian preparat antiestrogen
(Tamoxifen) pada 16.000 wanita secara prospektif dan acak dengan tujuan tujuan
untuk menurunkan resiko terjadi KPD.
V. PENCEGAHAN SKUNDER (SKRINING= DETEKSI DINI)
a.
Tiga macam upaya pencegahan yang sangat penting dalam penanggulangan
KPD adalah : pencegahan, deteksi dini
dan pengobatan. Upaya pencegahan atau pencegahan primer sangat sulit
dilaksanakan mengingat belum diketemukannya etiologi KPD dan untuk menilai
keberhasilan dalam menurunkan insidens membutuhkan waktu yang sangat lama. Dengan keadaan
tersebut maka upaya deteksi didni atau skrining dianggap rasional untuk
menurunkan angka kematian. Penelitian untuk pertama kali pada tahun 1963 oleh
Health Insurance Plan of Greather New York
dan studi lainnya di Kanada, Swedia dan Belanda telah memberikan
berbagai pengalaman petunjuk dalam melaksanakan skrining.
b.
Rasionalisasi deteksi dini pada KPD adalah berdasarkan suatu konsep pengobatan pada KPD akan
memberikan peningkatan survival dan menurunkan angka kematian jika dilakukan
pada stadium dini. Pengertian ini adalah bagaimana kita dapat mengobati KPD dengan ukuran tumor seminimal mungkin
atau sedini mungkin dalam mencapai
keberhasilan dalam pengobatan. Dari perjalanan penyakit KPD didapat
hubungan anatar waktu dan besarnya tumor
dalam proses pembelahan sel atau dikenal dengan doubling time. Prognosis KPD dapat ditentukan antara lain dari factor
ukuran tumornya maka prognosis makin baik atau dengan kata lain prognosis pada
stadium dini akan lebih baik dibandingkan dengan KPD stadium lanjut.
c.
Metode skrining. Berbagai cara
pemeriksaan telah dipakai untuk pelaksanaan skrining yaitu
Pemeriksaan klinis payudara oleh tenaga
kesehatan misalnya spesialis bedah, dokter umum, perawat yang terlatih atau
peserta program sendiri (SADARI)
Pemeriksaan imaging seperti mamografi,
termografi dan ultrasonografi
Pemeriksaan petanda tumor dari serum
d.
Syarat untuk melaksanakan kreteria sebagai berikut
- Mempunyai nilai sensitifitas dan spesifitas yang tinggi
- Sederhana
- Aman
- Biaya rendah
Sensifitas adalah suatu kekuatan nilai
kwantitatif dari test adanya penyakit yang diukur berdasarkan proporsi penyakit
yang positif dari jumlah populasi yang positif. Rendahnya false negatif akan
memberikan sensitifitas yang tinggi.
Spesifitas adalah kekuatan nilai kwantitatif dari test yang menentukan tidak adanya penyakit dan diukur berdasarkan
proporsi penyakit yang negatif dari jumlah populasi populasi penyakit yang
negatif. Nilai false positif yang rendah akan meningkatkan spesifisitas.
e.
Pemeriksaan klinis payudara adalah test skrining dengan melakukan
pemeriksaan pada organ payudara. Pemeriksaan ini tidak mempunyai nilai
spensifitas dan spesifitas yang tinggi yaitu sekitar 40%-50% dan rendahnya spesifitas ini disebabkan oleh
karena pada pemeriksaan sering dijumpai kelainan jinak pada payudara. Di Ingris
pemeriksaaan fisik dilakukan oleh dokter dan perawat yang terlatih. Dalam studi
perbandingan tidak didapatkan perbedaan yang bermakna pemeriksaan fisik
payudara oleh dokter maupun perawat.
f.
Pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) adalah test skrining dengan cara
memeriksa payudara yang dilakukan sendiri dan sesuai dengan petunjuk serta
pedoman yang diberikan kepada peserta program. Rasionalisasi SADARI
adalah berdasarkan banyaknya KPD
diketemukan secara kebetulan. Jika
kondisi kebetulan ini dapat berubah menjadi kebiasaan yang rutin dan berkala,
maka bukan tidak mungkin akan lebih
banyak KPD stadium dini yang terdeteksi.
Meskipun cara ini murah, aman, dapat diulang dan sederhana, penggunaan test
SADARI dalam program skrining
dirasakanmasih belum efektif. Hal ini
disebabkan oleh ketakutan dan kecemasan dalam menghadapi kenyataan serta masih
sedikit wanita yang memakai cara test ini yaitu 15-30%. Miller dankawan-kawan
menyatakan bahwa SADARI mempunyai potensi yang besar dalam melaksanakan program
skrining dibandingkan cara skrining lainnya karena tidak memerlukan teknologi
tinggi.
g.
Mamografi adalah pemeriksaan radiodiagnostik khusus dengan mempergunakan
teknik foto “soft tissue” pada payudara. Pemeriksaan ini dipergunakan pada
program skrining karena mempunyai sensifitas dan spesifitas yang tinggi
dibandingkan test skrining lainnya yaitu 80% sampai 90%.