Moral, etika dan akhlak memiliki
pengertian yang sangat berbeda. Moral berasal dari bahasa
latinyaitu mos, yang
berarti adat istiadat yang menjadi dasar untuk mengukur
apakah perbuatan seseorang baik atau buruk. Dapat dikatakan baik buruk suatu
perbuatan secara moral, bersifat lokal. Sedangkan akhlak adalah tingkah laku
baik, buruk, salah benar, penilaian ini dipandang dari sudut hukum yang ada di
dalam ajaran agama. Perbedaan dengan etika, yakni Etika adalah ilmu yang membahas tentang moralitas atau tentang manusia sejauh berkaitan dengan moralitas.
Etika terdiri dari tiga pendekatan, yaitu etika deskriptif, etika normatif, dan metaetika. Kaidah etika yang biasa dimunculkan
dalam etika deskriptif adalah adat kebiasaan,
anggapan-anggapan tentang baik dan buruk, tindakan-tindakan yang diperbolehkan
atau tidak diperbolehkan. Sedangkan kaidah yang sering muncul dalam etika normatif, yaitu hati nurani, kebebasan dan tanggung jawab, nilai dan norma, serta hak dan kewajiban. Selanjutnya yang termasuk kaidah dalam metaetika adalah ucapan-ucapan
yang dikatakan pada bidang moralitas. Dari penjelasan tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa etika adalah ilmu, moral adalah ajaran, dan akhlak adalah tingkah
laku manusia.
Pengertian
Akhlak Secara Etimologi, Menurut pendekatan etimologi, perkataan “akhlak”
berasal dari bahasa Arab jama’ dari bentuk mufradnya “Khuluqun” yang menurut
logat diartikan: budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat
tersebut mengandung segi-segi persesuain dengan perkataan “khalkun” yang
berarti kejadian, serta erat hubungan ” Khaliq” yang berarti Pencipta dan
“Makhluk” yang berarti yang diciptakan.
Pengertian
akhlak adalah kebiasaan kehendak itu bila membiasakan sesuatu maka kebiasaannya
itu disebut akhlak .Jadi pemahaman akhlak adalah seseorang yang mengeri benar
akan kebiasaan perilaku yang diamalkan dalam pergaulan semata – mata taat
kepada Allah dan tunduk kepada-Nya. Oleh karena itu seseorang yang sudah
memahami akhlak maka dalam bertingkah laku akan timbul dari hasil perpaduan
antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan dan yang menyatu,
membentuk suatu kesatuan tindakan akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup
keseharian.
Dengan
demikian memahami akhlak adalah masalah fundamental dalam Islam. Namun
sebaliknya tegaknya aktifitas keislaman dalam hidup dan kehidupan seseorang
itulah yang dapat menerangkan bahwa orang itu memiliki akhlak. Jika seseorang
sudah memahami akhlak dan menghasilkan kebiasaan hidup dengan baik, yakni
pembuatan itu selalu diulang – ulang dengan kecenderungan hati (sadar)2 .Akhlak
merupakan kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani,
pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan dan yang menyatu, membentuk suatu
kesatuan tindakan akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian. Semua
yang telah dilakukan itu akan melahirkan perasaan moral yang terdapat di dalam
diri manusia itu sendiri sebagai fitrah, sehingga ia mampu membedakan mana yang
baik dan mana yang jahat, mana yang bermanfaat dan mana yang tidak berguna,
mana yang cantik dan mana yang buruk.
Ruang Lingkup Akhlak
1. Akhlak pribadi
Yang paling dekat dengan seseorang itu adalah dirinya sendiri, maka hendaknya seseorang itu menginsyafi dan menyadari dirinya sendiri, karena hanya dengan insyaf dan sadar kepada diri sendirilah, pangkal kesempurnaan akhlak yang utama, budi yang tinggi. Manusia terdiri dari jasmani dan rohani, disamping itu manusia telah mempunyai fitrah sendiri, dengan semuanya itu manusia mempunyai kelebihan dan dimanapun saja manusia mempunyai perbuatan.
2. Akhlak kepada Pencipta
Salah satu perilaku atau tindakan yang mendasari akhlak kepada Pencipta adalah Taubat.Taubat secara bahasa berarti kembali pada kebenaran.Secara istilah adalah meninggalkan sifat dan kelakuan yang tidak baik,salah atau dosa dengan penuh penyesalan dan berniat serta berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan yang serupa.Dengan kata lain,taubat mengandung arti kembali kepada sikap,perbuatan atau pendirian yang baik dan benar serta menyesali perbuatan dosa yang sudah terlanjur dikerjakan.
3. Akhlak terhadap Sesama
Setelah mencermati kondisi realitas social tentunya tidak terlepas berbicara masalah kehidupan.Masalah dan tujuan hidup adalah mempertahankan hidup untuk kehidupan selanjutnya dan jalan mempertahankan hidup hanya dengan mengatasi masalah hidup.Kehidupan sendiri tidak pernah membatasi hak ataupun kemerdekaan seseorang untuk bebas berekspresi,berkarya.Kehidupan adalah saling berketergantungan antara sesama makhluk dan dalam kehidupan pula kita tidak terlepas dari aturan-aturan hidup baik bersumber dari norma kesepakatan ataupun norma-norma agama,karena dengan norma hidup kita akan jauh lebih mewmahami apa itu akhlak dalam hal ini adalah akhlak antara sesama manusia dan makhluk lainnya.
Pembagian Akhlak
1.
Akhlak Terpuji
Dalam kehidupan bermasyarakat, mungkin
kita sering mendengar tentang kata Akhlak. Akhlak sendiri bisa diartikan dengan
tingkah laku atau budi pekerti yang sopan dan santun, tanpa akhlak maka manusia
tidak bisa menjadi makhluk yang mulia. Akhlak sendiri dibagi menjadi dua, yaitu
akhlak Mahmudah ( akhlak terpuji) dan akhlak Madzmumah (akhlak
tercela).
Berikut ini beberapa macam dan
penjelasan tentang akhlak mahmudah:
- Al-Rahman, yaitu belas kasihan dan lemah lembut. Firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 159 yang artinya: “Maka dengan rahmat Allah-lah engkau lemah lembut kepada mereka.”
- Al-‘Afwu, yaitu pemaaf dan mau bermusyawarah. Manusia tidak bisa lepas dari lupa dan kesalahan. Firman Allah dalam surat dan ayat yang sama, yang artinya “…Sebab itu maafkanlah kesalahan mereka; dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.”
- Amanah, yaitu terpercaya dan mampu menemmpati janji. Sesuatu yang dipercayakan kepada seseorang, baik berupa tugas, titipan harta, rahasia, dan amanat lainnya, mesti dipelihara dalam arti dilaksanakan sebagai mana mestinya. Demikian pula apabila berjanji, hendaknya di tepati. Allah berfirman dalam surat al-Mu’minun ayat 8 yang artinya, “Dan yang memelihara amanat dan janji mereka …”
- Anisatun, yaitu manis muka dan tidak sombong. Manis muka ini mungkin pembawaan sejak lahir. Namun bagi orang yang tidak memiliki sifat demikian, dapat dipelajari dengan membiasakan manis muka, karena orang yang suka berpaling itu kemungkinan dianggap sombong, sedangkan orang yang sombong itu tidak disukai oleh Allah Swt dan juga oleh manusia.
- Khusyu’ dan Tadarru’, yaitu tekun tidak lalai dan menundukan atau merendahkan diri terhadap Allah Swt. Sikap ini seringkali dikhususkan dalam shalat atau ibadah mahdlah lainnya. Misalnya diwaktu shalat itu hendaknya ada konsentrasi pikiran yang terpadu dengan apa yang diucapkan dan dirasakan dalam hati, sehingga tidak lalai dan melamun.
- Al-Haya, yaitu malu kalau diri tercela. Perasaan malu terhadap Allah apabila melakukan terhadap ma’siyat, meskipun tersembunyi dari pandangan manusia. Demikian pula tidak berani meninggalkan kewajiban. Firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 108 yang artinya, “Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi tidak ersemunyi dari Allah, karena Allah bersama mereka…”
- Al-Ikhwan dan Al-Ishlah, yaitu persaudaraan atau perdamaian. Antara orang yang beriman dengan yang beriman lainnya bersaudara.
- Al-Salihat, yaitu berbuat baik atau amal shaleh. Seseorang dikatakan beramal soleh, apabila ia mengerjakan pekerjaan yang dibolehkan oleh syara’, disertai ilmunya dan dengan niat yang ikhlas. Mungkin nampaknya pekerjaannya baik, namun niatnya buruk misalnya, maka bukanlah amal shalih, mungkin penipu atau berbuat munafik. Yang jelas ketiga persyaratan itu harus dipenuhi baik oleh wanita atau pria sama saja.
- Al-Sabru, yaitu sabar. Sabar ini terhadap 3 macam hal, yaitu sabar dalam beribadah, ialah dimulai dengan niat yang ikhlas, ketika beramal tidak lupa kepada Allah, sanggup menghadapi berbagai rintangan baik dari dalam maupun dari luar.
- Al-Ta’awun, yaitu tolong menolong. Tolong menolong merupakan ciri kehalusan budi, kesucian jiwa dan ketinggian akhlak, memudahkan saling mencintai dan saling mendo’akan satu sama lain, penuh solidaritas dan penguat persaudaraan dan persahabatan.
Demikianlah sebahagian akhlak terpuji yang disertai ayat-ayat
al-Qur’annya, dan masih banyak lagi sifat-sifat yang baik yang terdapat dalam
al-Qur’an maupun dalam hadits, seperti: al-Alifah, yaitu disenangi; al-Diyafah,
yaitu menghormati tamu; al-Hilm, yaitu menahan diri dari ma’siyat; al-Muru’ah,
yaitu berbudi tinggi; al-Nadzafah, yaitu bersuci/bersih; al-Sakhau,
yaitu pemurah; al-Salam, yaitu sejahtera/ sentosa; al-Siddiq,
yaitu bersikap jujur; al-Syaja’ah, yaitu berani karena benar; al-Tawadlu’,
yaitu rendah hati terhadap sesama manusia dan banyak lagi sifat-sifat terpuji
lainnya.
2.
Akhlak Tercela
Sebagaimana postingan Blog Pustaka terdahulu tentang macam-macam akhlak terpuji, maka akan disertakan pula tentang macam-macam akhlak tercela. Akhlak
sendiri diartikan dengan tingkah laku atau budi pekerti yang sopan dan santun.
Tanpa akhlak manusia tidak akan bisa menjadi makhluk yang mulia.
Berikut ini beberapa macam akhlak
tercela beserta penjelasannya:
- Al-Nani’ah, yaitu sifat egois, tidak memperhatikan kepentingan orang lain. Manusia sebagai makhluk pribadi dan sekaligus makhluk sosial.
- Al-Bukhlu, yaitu kikir. Orang yang kikir, tidak mau membelanjakan hartanya, baik untuk dirinya, misalnya biar makan tidak baik dan bergizi, padahal uang ada, baik untuk kepentingan keluarganya, maupun untuk kepentingan orang banyak, yang merupakan zakat, infak atau sadakah.
- Al-Butan, yaitu suka berdusta. Berdusta adalah mengada-adakan sesuatu baik dengan ucapan, tulisan, maupun dengan isyarat, padahal sebenarnya tidak ada, mungkin untuk kepentingan dirinya atau membela orang lain, atau sengaja untuk menjatuhkan nama orang lain, apalagi lempar batu sembunyi tangan.
- Khianat, yaitu tidak menempati janji. Khianat ini lawan dari amanat, apabila amanat dapat melapangkan rezeki, maka khianat akan dapat menimbulkan kefakiran.
- Al-Jubn, yaitu pengecut. Orang pengecut penuh dengan rasa takut, yang menyebabkan dirinya menjadi hina, sebab sudah mundur sebelum dicoba, tidak berani berjalan untuk mendapatkan kemenangan.
- Al-Gibah, yaitu menggunjing atau mengumpat. Menggunjing adalah mengatakan keadaan orang lain dibelakangnya dengan celaan kepada orang-orang yang ada dimukanya, dengan tujuan untuk menjatuhkan nama orang tersebut atau tujuan lain, meskipun memang sebenarnya keburukan itu ada pada orang yang digunjingnya.
- Al-Hasad, yaitu dengki. Dengki atau hasud suatu perbuatan kerusakan terhadap orang lain, kemungkinan timbul disebabkan ni’mat Tuhan yang dianugerahkan kepada orang lain dengan keinginan agar ni’mat orang lain itu terhapus.
- Al-Ifsad, yaitu berbuat kerusakan. Seringkali sifat perusak mendorong manusia dalam usaha mencapai kepentingan pribadinya dengan tidak memperhatikan akibatnya, misalnya merusak lingkungan baik sendiri-sendiri, maupun bersama-sama dengan orang lain.
- Al-Israf, yaitu berlebih-lebihan. Allah berfirman dalam surat al-A’raf ayat 31 yang artinya, “Hai anak-anak Adam, pakailah perhiasanmu setiap waktu shalat dan makan minumlah kamu, dan janganlah melampaui batas, sesungguhnya Tuhan tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”
- Al-Dzulmu, yaitu berbuat aniaya. Dzalim atau aniaya adalah lawannya dari adil.
- Al-Fawahisyi, yaitu dosa-dosa besar. Dosa yang paling besar adalah menyekutukan Tuhan, orangnya dinamakan musyrik. Allah tidak akan memaafkan orang-orang musyrik.
Masih banyak lagi akhlak tercela yang
terdapat dalam al-Qur’an dan hadits, misalnya: al-bagyu, yaitu lacut; al-gadab,
yaitu pemarah; al-gurur, yaitu memperdayakan; al-hikdu, yaitu
dendam; al-intihar, yaitu menjerumuskan diri; al-namimah, yaitu
mengadu domba; dan lain sebagainya.