MAKALAH EFEKTIVITAS BELAJAR MENGAJAR Juni 2023
BAB I
PENDAHULUAN
Terpuruknya pendidikan Indonesia bila dibandingkan dengan Negara-negara lain, telah menuntut para pendidik untuk melakukan berbagai pebaikan dalam semua aspek pembelajaran. Salah satunya adalah melaksanakan pembelajaran dengan efektif.
Kegiatan belajar mengajar yang efektif menuntut pendekatan kolaboratif antara peserta didik, guru, orang tua, pengelola sekolah, dunia usaha, dan masyarakat dalam keseluruhan proses penyelenggaraan pedidikan. Secara umum pembelajaran yang efektif akan melibatkan pengelolaan ruang kelas, peserta didik, kegiatan pembelajaran, dan penilaian hasil belajar.
Pada pengelolaan ruang kelas, guru harus mempertimbangkan aksebilitas yaitu kemudahan peserta didik menjangkau alat dan sember belajar, mobilitas yaitu terjadi gerak secara leluasa baik guru maupun peserta didik dalam proses pembelajaran; interaksi yaitu hubungan antara peserta didik maupun peserta didik dengan guru secara leluasa; variasi kerja peserta didik sehingga tidak menimbulkan kejenuhan karena dapat bekerja mandiri, berpasangan dan kelompok sesuai dengan karakteristik masing-masing.
Pembelajaran yang efektif menuntut guru mengatur skenario untuk kegiatan peserta didik sehingga langkah-langkah yang harus dijalani peserta didik dalam pembelajaran jelas seperti kapan peserta didik harus bekerja mandiri, berpasangan dan kelompok sesuai karakteristik pembelajaran, kapan peserta didik mencari informasi, mengolah informasi dan menyampaikan informasi secara lisan maupun tulisan dan kapan peserta didik melakukan dan penyampaian informasi.
Pengelolaan kegiatan pembelajaran oleh guru dan peserta didik harus memiliki perencanaan yang matang, pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang telah terinci dengan baik meliputi; materi pembelajaran, pengalaman belajar yang akan dilakukan oleh peserta didik, indikator yang akan dicapai, penilaian yang akan dilaksanakan oleh peserta didik, indikator yang akan dicapai, penilaian yang akan dilaksanakan, waktu dan bahan yang digunakan serta skenario yang akan dijalankan selama proses pembelajaran.
Idealnya kegiatan pembelajaran maupun mengakomodasi keberagaman tingkat kemampuan peserta didik untuk itu diperlukan lembar kerja yang bebeda, bagi setiap peserta didik, hal itu yang paling efektif untuk mengakomodasi keberagaman tingkat kemampuan peserta didik.
BAB II
A. Efektivitas Proses Belajar
1. Pengertian
Efektivitas memiliki akar kata efektif, berasal dari bahasa Inggris “effective”, dan mengandung arti berhasil, ditaati, mengesankan, berlaku, mujarab, manjur, mustajab (Lingguis, 1998). Sedangkan efektivitas adalah “tempat mengenai sasaran” (M. Sastrapraja, 1981 : 127). Efektivitas diartikan pula sebagai proses kerja yang efektif, yakni menimbulkan akibat sebagaimana yang diharapkan. Atau menurut Westa (1985 : 149) bahwa efektivitas adalah suatu keadaan yang mengandung peristiwa terjadinya sesuatu sesuai dengan yang dikehendaki.
Proses belajar mengajar pada intinya merupakan proses pembelajaran, yang melibatkan berbagai komponen yang dikoordinasikan oleh guru sebagai pengelola. Dalam proses pembelajaran tergambar aktivitas siswa dan guru serta berbagai komponen lain yang terlibat didalamnya. Oleh sebab itu proses ini disebut juga dengan istilah pembelajaran atau pembelajaran.
Istilah “pembelajaran” telah didefinisikan oleh para ahli pendidikan, antara lain Nana Sujana (1989 : 31), menyatakan bahwa “pembelajaran pada dasarnya adalah proses mengkoordinasi sejumlah komponen, agar satu sama lain saling berhubungan dan saling berpengaruh, sehingga menumbuhkan kegiatan belajar pada siswa seoptimal mungkin menuju terjadinya perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.” Omar Hmalik (2003 : 54) menyatakan bahwa pandangan tentang istilah pembelajaran terus menerus berkembang dengan mengalami kemajuan. Tingkat kemajuan itu dapat dilihat dalam uraian sebagai berikut.
- Pembelajaran maksudnya sama dengan kegiatan mengajar. Kegiatan itu dilakukan oleh guru dalam menyampaikan pengetahuan kepada siswa.
- Pembelajaran adalah interaksi belajar dan mengajar. Pembelajaran berlangsung sebagai suatu proses saling mempengaruhi antara guru dengan siswa. Diantara keduanya terdapat hubungan atau komunikasi interaksi.
- Pembelajaran sebagai suatu sistem. Yakni pembelajaran dimaknai sebagai suatu sistem yang luas, mengandung banyak aspek yang satu sama lain saling mempengaruhi.
- Pembelajaran identik dengan pendidikan. Proses pembelajaran adalah proses pendidikan. Setiap proses pembelajaran adalah untuk mencapai tujuan pendidikan.
Dari sudut pandang psikologi pendidikan, pembelajaran adalah membimbing perkembangan diri (peserta didik) sesuai dengan tugas perkembangan yang harus dijalankan oleh para peserta didik (W.S. Winkel, 1990 : 3). Dari beberapa literatur lainnya memberikan gambaran yang sama bahwa pembelajaran cenderung dimaknai sebagai suatu sistem , sehingga pembelajaran bukan sekedar proses interaksi guru dengan siswa, tetapi melibatkan berbagai komponen seperti guru sebagai profesi, siswa sebagai manusia yang tumbuh dan berkembang beberapa aspeknya, tujuan pendidikan dan pembelajaran, kurikulum, perencanaan pembelajaran, bimbingan, serta hubungan dengan lingkungan.
Dengan demikian, efektivitas pembelajaran adalah proses menempatkan pengelolaan komponen pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Atau dengan kata lain efektivitas proses belajar mengajar adalah hal serta kadaan yang tepat sasaran dalam melaksanakan proses pembelajaran, sehingga tujuannya dapat dicapai dengan baik.
2. Upaya Melaksanakan Proses Belajar Mengajar Yang Efektif
Proses pembelajaran yang efektif dapat dilaksanakan dengan melakukan upaya sungguh-sungguh dari semua elemen manusiawi yang terlibat didalamnya. Sejalan dengan pradigma pendidikan yang mengarah kepada profesionalisme guru dan peningkatan aktivitas belajar siswa, maka usaha-usaha melaksanakan proses pembelajaran yang efektif dapat dilihat dari indikator sebagai berikut.
a. Melibatkan Siswa Secara Aktif
Pendapat William Burten yang dikutip oleh Moch. Uzer Usman (1990 : 16) mengumumkan bahwa mengajar adalah membimbing kegiatan belajar siswa sehingga mau belajar. Dengan demikian, aktifitas murid sangat diperlukan dalam kegiatan belajar-mengajar, muridlah yang seharusnya banyak aktif, sebab murid sebagai subjek didik, ia turut merencanakan, dan ia sendiri yang melaksanakan belajar.
Pembelajaran dikatakan bermakna bila terdapat cirri-ciri sebagai berikut :
- Adanya keterlibatan siswa dalam menyusun atau membuat perencanaan proses belajar-mengajar.
- Adanya keterlibatan intelektual emosional siswa, baik melalui kegiatan mengalami, menganalisis, berbuat, maupun pembentukan sikap.
- Adanya keikutsertaan siswa secara kreatif dalam menciptakan situasi yang cocok untuk berlangsungnya belajar-mengajar.
- Guru sebagai fasilitator dan coordinator kegiatan belajar siswa.
- Menggunakan berbagai metode secara bervariasi, alat dan media pembelajaran. (Nana Sudjana, 1988 : 58).
Dalam meningkatkan kadar keaktifan siswa di dalam proses belajar-mengajar adalah adanya strategi belajar-mengajar yang efektif dan efesien. Cece Wijaya, dkk (1998 : 188) berpendapat bahwa dalam proses belajar mengajar hendaknya diusahakan kadar keterlibatan mental siswa yang setinggi mungkin; siswa diberi kesempatan luas untuk menyerap informasi ke dalam struktur kognitif (asimilasi) ayau menyesuaikan struktur kognitif (akomodasi) dengan informasi-informasi baru yang diperoleh sehingga dicapai tingkat kebermaknaan yang setinggi-tingginya.
b. Menarik Minat Dan Perhatia Siswa
Kondisi belajar-mengajar yang efektif diusahakan melalui peningkatan minat dan perhatiannya dalam belajar. Wiliam James (1890) melihat bahwa minat siswa merupakan faktor utama yang menentukan serajat keaktifan belajar siswa. Jadi, efektivitas merupakan faktor yang menentukan keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar (M. Uzer Usman, 1990 : 22).
Perhatian ada hubungan dengan niat. Perbedaannya ialah minat sifatnya menetap sedangkan perhatian sifatnya sementara, adakalanya timbul adakalanya menghilang. Ada dua macam tipe perhatian :
- Perhatian terpusat (terkonsentrasi), maksudnya perhatian terpusat hanya tertuju pada satu objek.
- Perhatian terbagi (tidak terkonsentrasi), maksudnya perhatian tertuju kepada berbagai hal atau objek secara sekaligus.
c. Membangkitkan Motivasi Siswa
Motif berarti suatu keadaan pada diri individu yang memunculkan dan mengarahkan tingkah laku kepada suatu tujuan tertentu dan merupakan dasar bagi suatu kesadaran individu terhadap prilakunya (Sardiman, 1986 : 57). Sedangkan motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, atau keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu (Moh. Uzer Usman, 1990 : 24)
Dalam proses belajar-mengajar guru bertugas untuk membangkitkan motivasi pada anak didik, sehingga anak mau untuk melakukan belajar. Dalam hal ini motivasi dapat timbul dari dalam individu dan dapat pula timbul akibat pengaruh dari luar dirinya.
Jenis motif yang dimiliki manusia dalam menunaikan tugas hidupnya adalah sebagai berikut :
- Motif dasar (Dorongan Fsikologis) yang didalamnya terdapat sifat yaitu : a) biologis, b) perlindungan diri, c) mempertahankan jenis.
- Motif sosial (Sociogenetis), yang didalamnya terdapat sifat : a) sifat umum, b) sifat khusus.
- Motif relogi (Theogenesis), yang didalamnya terdapat sifat : a) keyakinan, b) khusus. (Muhaimin, 1989 : 41)
- Untuk dapat membangkitkan motivasi belajar siswa, guru hendaknya berusaha dengan berbagai cara. Dalam hal ini, Moh. Uzer Usman (1990 : 24-25) mengemukakan beberapa cara membangkitkan motivasi yakni sebagai berikut :
- Kompetisi (persaingan) : Guru berusaha menciptakan persaingan di antara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya dan mengatasi prestasi orang lain.
- Pace making (membuat tujuan sementara atau terdekat).
- Tujuan yang jelas : Motif mendorong individu untuk mencapai tujuan.
- Kesempatan untuk sukses : Kesuksesan dapat menimbulkan rasa puas, kesenangan dan kepercayaan terhadap diri sendiri, sedangkan kegagalan akan membawa efek sebaliknya.
- Minat yang besar : Motif akan timbul jika individu memiliki minat yang besar.
- Mengadakan penilaian atau tes.
Guruyang dapat melakukan aktivitas memotivasi siswa agar belajar dengan lebih baik melalui berbagai cara yang sesuai dengan minat, bakat, serta keadaan mereka baik secara kelompok maupun perorangan.
d. Prinsip Individualisme
Strategi pembelajaran yang menganut konsep belajar tuntas, sangat mementingkan perhatian terhadap perbedaan individual. Atas dasar ini pembelajaran dilakukan dengan mengarah kepada siswa belajar secara individual.
Menurut Bloom (1976), jika guru memahami persyaratan kognitif dan cirri-ciri sikap yang diperlukan untuk belajar seperti minat dan konsep dari pada diri siswa-siswinya, dapat mencapai taraf penguasaan sampai 75% dari yang diajarkan (Moh. Uzer Usman, 1990 : 25). Oleh karena itu, henndaknya guru mampu melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa secara individual tanpa harus mengajar siswa secara individual.
e. Memanfaatkan Alat Peraga
Alat peraga pembelajaran adalah alat yang dapat digunakan oleh guru ketika mengajar. Pembelajaran yang hanya diterangkan tanpa memakai alat atau media, akan menimbulkan kejenuhan pada anak didik. Sebaliknya kalau pembelajaran menggunakan alat yang baik maka akan menarik perhatian siswa dan siswa memahami akan pelajaran yang disampaikan oleh guru.
Belajar akan lebik efektif jika dibantu dengan alat pembelajaran. Dengan adanya hal ini, maka guru hendaknya memperhatikan penggunaan alat peraga, sebagai berikut :
- Nilai atau manfaat media pendidikan.
- Pemilihan alat peraga
- Petunjuk penggunaan alat peraga (Moh. Uzer Usman, 1990 : 27)
Untuk mencapai pembelajaran yang efektif, perlu juga diupayakan melalui peningkatan sistem pembelajaran.
Hal ini sesuai dengan pendapat Nana Sujana (1989 : 28), bahwa “Interaksi guru-siswa merupakan makna utama proses pembelajaran. Siswa sebagai subjek dan objek dalam pembelajaran, maka inti proses pembelajaran tidak lain adalah kegiatan belajar siswa dalam mencapai tujuan.” Interaksi guru-siswa merupakan realisasi pengelolaan komponen-komponen sistem pembelajaran yang saling berinteraksi sesuai dengan tujuan yang diharapkan, merupakan prinsip utama penyelenggaraan pembelajaran/proses belajar mengajar.
Kemudian Muhammad Ali (1987 : 32-34), menjelaskan bahwa suatu program kegiatan sistem pembelajaran akan melibatkan beberapa komponen yang terdiri dari 1) Bahan yang akan dipelajari; 2) metoda yang digunakan; 3) alat pelajaran yang dapat membantu proses belajar; 4) alokasi waktu yang digunakan. Alokasi waktu perlu direncanakan, karena alokasi waktu berpedoman kepada tujuan, dan tidak akan ada kegiatan yang bisa terlepas dari waktu.
Rostiah N.K. (1989 : 43) mengutip pendapat Robert F. Mager (1975), bahwa “suatu pernyataan yang jelas dari pada tujuan merupakan dasar pokok bagi pemilihan metode pembelajaran dan bahan pembelajaran serta pemilihan alat-alat untuk menilai apakah pembelajaran serta pemilihan metode pembelajaran dan bahan pembelajaran serta pemilihan alat-alat untuk menilai apakah pembelajaran itu berhasil.” Dengan demikian komponen pendidikan adalah merupakan jembatan untuk menyambungkan materi pembelajaran dengan tujuan yang akan dicapai.
Komponen sistem pembelajaran meliputi bahan pelajaran, metode, alat, evaluasi, tujuan dan sebagainya. Hal ini sejalan dengan pendapat Nana Sujana (1989 : 30). Bahwa “tujuan, bahan, metode dan alat-alat serta evaluasi merupakan komponen utama yang harus dipenuhi dalam proses belajar. Keempat komponen tersebut satu sama lain saling berhubungan (interrelasi).”
B. Prinsip-prinsip proses belajar mengajar yang efektif
Prinsip-prinsip pembelajaran yang efektif, dapat dideskripsikan menurut alur keterkaitan tiap-tiap komponen pendidikan yang meliputi “tujuan, bahan, metode dan alat-alat serta evaluasi merupakan komponen utama yang harus dipenuhi dalam proses belajar. Keempat komponen tersebut satu sama lain saling berhubungan (interlasi).” (Nana Sujana, 1989 : 30).
1. Berorientasi Pada Tujuan
Prinsip efektivitas proses belajar yang pertama adalah berorientasi pada tujuan. Artinya, suatu proses belajar mengajar akan menjadi efektif apabila senantiasa mengacu kepada tujuannya.
Prinsip ini didasari oleh ayat Al-Quran surat At-Taqwiir ayat 26 sebagai berikut :
Artinya : maka kemanakah kamu akan pergi?
Meskipun ayat tersebut menggunakan islam isyarah (kalimat tanya), tetapi yang dikehendaki adalah mengingatkan manusia akan tujuannya.
Tujuan pembelajaran merupakan petunjuk tentang sejauhmana proses pembelajaran itu dibawa untuk mencapai tujuan yang paling akhir. Dalam proses pembelajaran harus mempunyai tujuan yang jelas, baik tujuan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler, tujuan instruksional, maupun tujuan spesipik.
Menurut Nana Sujana (1989 : 57). “ada empat tingkatan tujuan pendidikan/pembelajaran, yakni : Tujuan umum pendidikan, yakni pembentukan manusia pancasila; Tujuan institusional (tujuan lembaga pendidikan); Tujuan kurikuler (tujuan bidang studi/mata pelajaran); Tujuan instruksional (tujuan proses belajar dan mengajar).
Tujuan merupakan hasil yang dicapai setelah adanya proses belajar-mengajar. Tercapai dan tidaknya satu tujuan akan bergantung kepada pelaksanaan komponen-komponen pendidikan, baik pendidik, peserta didik, alat-alat, metode dan lain sebagainya.
2. Ketersediaan Bahan Pelajaran/Materi
Suatu pembelajaran akan menjadi efektif jika telah memiliki bahan pelajaran atau materi yang jelas. Oleh sebab itu prinsip kedua dalam efektivitas pembelajaran adalah ketersediaan bahan atau materi pelajaran.
Bahan pelajaran adalah isi yang diberikan kepada siswa pada saat berlangsungnya proses belajar-mengajar. Menurut Roestiyah N.K. (1989 : 57), bahwa “materi pelajaran harus disusun sedemikian rupa sehingga dapat dimengerti oleh siswa dengan baik.” Hal ini pentingsekali agar guru dapat memperhatikan sequence atau urutan dari materi yang akan diberikan sesuai dengan tujuan instruksional yang telah dirumuskan.
“Isi dari proses belajar mengajar tercermin dalam bahan yang dipelajari siswa. Bahan itu disusun secara sistematis serta mengikuti prinsip psikologi. Agar bahan itu dapat mencerminkan target yang jelas dari prilaku siswa setelah mengalami proses belajar, maka bahan harus mempunyai batas-batas yang jelas.” (Muhammad Ali 1987 : 33).
Bahan pelajaran merupakan penjabaran dari kurikulum yang telah ditetapkan oleh lembaga pendidkan. Dengan demikian bahan pelajaran/materi terdiri dari bermacam-macam disiplin ilmu/sejumlah mata pelajaran. Materi pelajaran yang diajarkan di samping sesuai dengan kurikulum juga disesuaikan dengan keadaan, kebutuhan lingkungan dari ciri khas satuan pendidikan itu sendiri. Hal ini sesuai dengan isi yang tersirat dalam pasal 29 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional (1989 : 23-24).
Dalam ruang lingkup sistem pembelajaran, bahan atau materi itu harus mengacu pada tujuan yang ingin dicapai, dan dilain pihak bahan akan mempengaruhi penggunaan metoda, fasilitas yang diperlukan, sampai ke bentuk evaluasinya.
3. Memaknai Metoda
Pembelajaran hanya akan efektif jika disampaikan dengan metode yang tepat. Prinsip ini jelas menunjukan kepada pentingnya cara menyampaikan yang sesuai dengan karakteristik materi pelajaran, kesiapan guru dan kesiapan siswa serta sarana pembelajaran yang ada disekolah.
Media ialah cara, jalan atau jembatan untuk mencapai tujuan. Hal ini sejalan dengan pendapat I.L. Pasaribu dan B. Simanjuntak (1983 : 13) bahwa metoda ialah cara yang sistematik yang digunakan untuk mencapai tujuan, sistematik dalam arti merupakan bentuk kongkrit dari penerapan petunjuk-petunjuk umum pembelajaran pada proses pembelajaran tertentu.”
Dalam penggunaan metoda tertentu harus berdasarkan pertimbangan individu di antara murid-murid, memberi kesempatan terjadinya feedback, menstimulir kegiatan-kegiatan murid, dan inisiatif murid untuk menemukan dan memecahkan problem-problem dan sebagainya. Jadi pada dasarnya “metode yang digunakan berfungsi sebagai bimbingan agar siswa belahar.” (Muhammad Ali, 1987 : 33).
Metode yang digunakan dalam proses belahar mengajar jumlahnya banyak, hal ini menurut adanya keahlian yang baik dari guru dalam melaksanakan. Menyampaikan materi kepada peserta didik, menyeimbangkan dengan materi/bahan pelajaran yang akan disampaikan.
Menurut Roestiah N.K. (1989 : 66), ada beberapa metode dalam penyajian materi pelajaran, yaitu :
- Metode diskusi sebagai metode belajar-mengajar.
- Kerja kelompok sebagai salah satu strategi belajar-mengajar.
- Penemuan sebagai salah satu strategi belajar-mengajar, dan
- Unit Teaching
Pemanfaatan dan penggunaan suatu metode tidak dapat lepas dari mempertimbangkan: 1) pencapaian tujuan pembelajaran; 2) metoda harus disesuaikan dengan keadaan individu peserta didik; 3) metoda merupakan alat yang membimbing agar siswa belajar; 4) metode yang biasa dipakai dalam proses pembelajaran, jumlahnya banyak, dan pemakaiannya disesuaikan dengan materi serta tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
Dengan adanya pertimbangan terhadap ketentuan diatas, maka ketetapan menggunakan metoda lebih dominan, sehingga keberhasilan dapat dicapai dengan efektif.
4. Menggunakan Alat/Sarana
Alat untuk sarana merupakan suatu pengayaan dalam pembelajaran, maksudnya dalam menerangkan materi. Bahan pelajaran yang kongkrit dapat dijelaskan dengan alat/sarana, sehingga peserta didik lebih mudah memahami materi yang disampaikan kepadanya.
Sutari Imam Barnadib (1986 : 95), mengemukakan bahwa ”faktor alat adalah segala sesuatu yang secara langsung membantu terlaksananya tujuan pendidikan.” Karena luasnya maksud pengertian tersebut, maka perlu adanya pembatasan. Hal ini dijelaskan oleh Winarno Surakhmad (1986 : 23) bahwa : “penggunaan alat-alat dalam proses mengajar bertujuan mempertinggi prestasi belajar pada umumnya. Dengan demikian terang pula bahwa guru harus mempunyai pengetahuan akan fungsi dan kedudukan alat-alat di dalam pekerjaannya.” (1986 : 23).
Alat dapat membantu untuk mempertinggi efektivitas dan efesiensi pembelajaran, sungguhpun alat tersebut tidak lebih dari sepotong kapur. Alat dan sarana dalam proses pembelajaran merupakan komponen dari sistem pembelajaran yang diperlukan sebagai alat untuk melaksanakan interaksi pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran secara efektif.
5. Evaluasi
Prinsip evaluasi dalam proses pembelajaran yang efektif maksudnya adalah keadaan efektif atau tidaknya suatu proses belajar mengajar hanya akan diketahui setelah dilakukan evaluasi, baik evaluasi yang sifatnya proses maupun hasil, termasuk evaluasi terhadap program-program pembelajaran yang dibuat oleh guru atau sekolah.
Evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data dengan seluas-luasnya yang bersangkutan dengan kemampuan siswa, guna mengetahui sejauhmana akibat dari hasil belajar siswa yang dapat mendorong dan mengembangkan siswa. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Winarno Surkahmad (1986 : 147), bahwa “media evaluasi diajukan untuk menilai, baik dari sudut murid maupun guru.” Oleh karena hal tersebut maka evaluasi digunakan untuk mengetahui baik dan buruknya suatu pembelajaran atau berhasil atau tidaknya suatu tujuan. Maka untuk mencapai pembelajaran yang efektif harus lebih ditingkatkan evaluasi yang memenuhi criteria viliditas dan reliabilitas.
Menurut I.L. Pasaribu dan B. Simanjuntak (1983 : 116), tujuan umum evaluasi terdiri dari :
“1) mengumpulkan data-data yang membuktikan taraf kemajuan murid dalam mencapai tujuan yang diharapkan, 2) memungkinkan mendidik (guru) manilai aktivitas/pengalaman yang didapat, 3) manilai metoda mengajar yang digunakan.
Kemudian yang menjadi tujuan khusus evaluasi adalah :
“1) merangsang kegiatan siswa, 2) mengemukakan sebab-sebab kamujuan atau kegagalan, 3) memberikan bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan, perkembangan dan bakat siswa yang bersangkutan, 4) memperolah laporan tentang perkembangan siswa yang dibutuhkan orang tua, lembaga pendidikan, 5) memperbaiki mutu pelajaran/cara belajar dan metoda mengajar.”
Adapun jenis dan manfaat evaluasi pembelajaran, diantaranya dikemukakan oleh Muhammad Ali sebagai berikut :
- Evaluasi formatif, yakni evaluasi yang dilaksanakan setiap akhir suatu pembelajaran/suatu program pembelajaran. Manfaatnya untuk menilai proses belajar mengajar suatu pembelajaran.
- Evaluasi sumatif, yakni evaluasi yang dilaksanakan setiap akhir pembelajaran suatu program atau sejumlah unit pelajaran. Manfaatnya untuk menilai hasil pencapaian siswa terhadap tujuan suatu program pembelajaran dalam suatu periode tertentu, seperti semester. Muhammad Ali
- Evaluasi diagnostik, manfaatnya untuk meneliti atau mencari sebab-sebab kegagalan pembelajaran, atau dimana letak kelemahan siswa dalam mempelajari suatu unit pelajaran
- Evaluasi penempatan, yakni untuk menempatkan siswa pada suatu program pendidikan atau kejujuran.
Dari uraian di atas, dapat dirumuskan bahwa yang dimaksud dengan evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai segala sesuatu dalam dunia pendidikan. Untuk menentukan evaluasi yang baik dapat diambil beberapa cirri evaluasi, diantaranya : 1) Pengumpulan data terhadap keberhasilan belajar peserta didik, 2) evaluasi sebagai penilaian terhadap keberhasilan mengajar guru atau pendidik, 3) evaluasi sebagai penilaian terhadap tepat atau tidaknya alat atau metoda pembelajaran, 4) perangsang bagi kegiatan siswa, 5) sebagai bukti yang dapat dijadikan laporan bagi orang tua, lembaga pendidikan, 6) sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pelajaran.
6. Penempatan waktu
Penempatan waktu dan menitikberatkan kepada pendidik dalam menyampaikan materi atau bahan pelajaran. Hal itu sebagai tolak ukur efisiensi keberhasilan pembelajaran. Sebagaimana pendapat Muhammad Ali, (1987 : 34), bahwa “alokasi waktu dalam pembelajaran akan berpedoman kapada tujuan. Berapa banyak tujuan yang akan dicapai, berapa lama waktu yang tersedia untuk pencapaian tujuan.” Dengan demikian waktu yang tersedia untuk pembelajaran harus dimanfaatkan secara optimal demi tercapainyaproses belajar mengajar yang efektif.
Dengan adanya alokasi waktu yang tepat akan menunjang kepada hasil belajar siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Caroll (1987) yang dikutip Nana Sujana (1989 : 39), bahwa “hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh lima faktor, yakni : a) bakat belajar, b) waktu yang tersedia untuk belajar, c) waktu yang diperlukan siswa untuk menjelaskan, d) kwalitas pembelajaran, e) dan kemampuan individu”. Jadi waktu dalam kegiatan belajar bagi siswa dan mengajar bagi guru sangat berarti dalam efektivitas pencapaian tujuan.
Muhammad Ali (1987 : 93), mengemukakan agar waktu dapat diatur dengan baik, maka perlu mempertimbangkan :
- Berapa banyak tujuan yang akan dicapai.
- Berapa lama masing-masing tujuan diperkirakan dapat tercapai dalam proses belajar mengajar.
- Berapa lama entry behavior membutuhkan waktu.
- Berapa lama kegiatan evaluasi membutuhkan waktu.
- Berapa lama waktu yang dimiliki.
- Dapatkah waktu yang tersedia digunakan untuk seluruh kegiatan yang direncanakan.
Oleh karena itu dalam penyelenggaraan sistem pembelajaran, komponen materi, metoda, alat, tujuan, evaluasi tidak dapat berinterelasi tanpa disertai pengaturan waktu. Dengan adanya alokasi waktu, maka keseimbangan, kesinambungan dan keserasian antar komponen pembelajaran dapat berhasil dengan optimal melalui target dan pengaturan waktu yang tersedia untuk mengelola sistem pembelajaran dalam mencapai tujuan.
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang efektif memiliki beberapa prinsip utama. Pertama mengalami, melalui pengalaman langsung tentang apa yang sedang dipelajari akan lebih mengaktifkan indera dari pada halnya mendengarkan lisan. Kedua, interaksi antara peserta didik dengan lingkungan sosialnya melalui diskusi, saling bertanya dan menjelaskan. Ketiga, komunikasi yakni pengungkapan isi pikiran gagasan sendiri maupun mengomentari gagasan orang lain, akan mendorong peserta didik untuk membenahi gagasannya dan memantapkan pemahaman tentang apa yang sedang dipelajari. Dosen/guru harus siap memberikan tanggapan terhadap pendapat atau gagasan yang dikomunikasikan. Keempat, refleksi yaitu memikirkan ulang (refleksi) apa yang sedang dikerjakan atau dipikirkan, akan lebih memantapkan pemahaman.
Pada sisi lain, pembelajaran yang efektif harus mampu mengembangkan keingintahuan, imajinasi dan fitrah bertuhan. Rasa ingin tahu dan imajinasi menghasilkan sikap peka, kritis, mandiri dan kreatif sedangkan fitrah bertuhan menghasilkan sikap taqwa. Pembelajararan juga harus membangkitkan motivasi, memanfaatkan pengalaman awal peserta didik, membangun pengalaman terhadap apa yang dipelajari, diwarnai oleh pengetahuan awal yang dimiliki. Dosen/guru harus berupaya untuk menggali pengalaman awal peserta didik sebelum memulai perkuliahan.
Suasana belajar sangat pempengaruhi efektivitas proses pembelajaran, peserta didik dan sulit membangun pemahaman dalam keadaan tertekan. Dosen/guru harus dapat menciptakan suasana yang menyenangkan/mengasikan sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik, dengan pola pembelajaran yang menantang, pemberian kesempatan belajar, belajar untuk kebersamaan serta membangun pengembangan multi kecerdasan.
DAFTAR PUSTAKA
Abin Syamsudin Makmun, 1990. Psikologi Kependidikan. IKIP. Bandung.
Abu Ahmadi, 1990. Teknik Belajar Efektif, Armico, Bandung.
Arif S. Sadiman, 1993. Media Pendidikan, Rajawali, Jakarta.
A. Tabrani Rusyan dkk, 1984. Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar, Remaja Karya, Bandung
I.L. Pasaribu, 1983. Proses Belajar Mengajar, Tarsito, Bandung.
Melly S.S. Rifai. 1985. Membina Prestasi Anak di Keluarga, Gramedia, Jakarta.
M.I. Soelaeman, 1985. Menjadi Guru, Dipanegoro, Bandung.
M. Ngalim Poerwanto, 1985. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Remaja Karya, Bandung.
Muhammad Ali, 1987, Guru dalam Proses Belajar Mengajar, Sinar Baru, Bandung.
Nana Sudjana, 1988, Proses Belajar Mengajar, Sinar Baru, Bandung.
Sumadi Suryabrata, 1989. Psikologi Pendidikan, Rajawali, Jakarta.
Tamrin Nasution, 1989. Peranan Orang Tua dalam Meningkatkan Prestasi Belajar, Gunung Mulya, Jakarta.
Ujer Usman, 1990. Menjadi Guru Profesional, Remaja Karya, Bandung.
Wayan Nurkancana, 1986. Evaluasi Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya.
Winarno Surachmad, 1986. Pengantar Interaksi Belajar Mengajar, Tarsito, Bandung.
W.S. Winkel, 1983. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi, Gramedia, Jakarta.