Makalah Peranan Pembangunan IPTEK dalam Pandangan Islam September 2023


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tolak ukur era modern ini adalah sains dan teknologi. Sains dan teknologimengalami perkembangan yang begitu pesat bagi kehidupan manusia. Dalam setiap waktu para ahli dan ilmuwan terus mengkaji dan ToloK ukur era modern ini adalah sains dan teknologi. Sains dan teknologi meneliti sains dan teknologi sebagai penemuan yang paling canggih dan modern. Keduanya sudah menjadi simbol kemajuan pada abad ini. Oleh karena itu, apabila ada suatu bangsa atau negara yang tidak mengikuti perkembangan sains dan teknologi, maka bangsa atau negara itu dapat dikatakan negara yang tidak maju dan terbelakang.
Islam adalah satu-satunyanya agama samawi yang memberikan perhatian besar terhadap ilmu pengetahuan.
Islam tidak pernah mengekang umatnya untuk maju dan modern. Justru Islam sangat mendukung umatnya untuk melakukan research dan bereksperimen dalam hal apapun, termasuk sains dan teknologi. Bagi Islam sains dan teknologi adalah termasuk ayat-ayat Allah yang perlu digali dan dicari keberadaannya. Ayat-ayat Allah yang tersebar di alam semesta ini, dianugerahkan kepada manusia sebagai khalifah di muka bumi untuk diolah dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Salah satu keagungan ni’mat yg dikaruniakan Allah bagi umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ialah ni’mat ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan sains dan teknologi telah memberikan kemudahan-kemudahan dan kesejahteraan bagi kehidupan manusia sekaligus merupakan sarana bagi kesempurnaan manusia sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya karena Allah telah mengaruniakan anugerah keni’matan kepada manusia yg bersifat saling melengkapi yaitu anugerah agama dan keni’matan sains teknologi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan IPTEK?
2. Bagaimanakah peranan pembangunan IPTEK dalam pandangan Islam?
3. Bagaimanakah hubungan agama Islam dengan perkembangan IPTEK?
4. Bagaimanakah cara penerapan IPTEK dari segi agama Islam?
5. Apa saja manfaat positif dan negatif IPTEK dari segi agama Islam?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu yang dimaksud dengan IPTEK.
2. Dapat  mengetahui peranan pembangunan IPTEK dalam pandangan Islam.
3. Untuk mengetahui hubungan agama Islam dan perkembangan IPTEK.
4. Untuk mengetahui bagaimana cara penerapan IPTEK dari segi agama Islam.
5. Untuk mengetahui manfaat positif dan negatif IPTEK dari segi pandang agama Islam
.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian IPTEK
2.1.1 Pengertian Teknologi Secara Umum
Ilmu pengetahuan merupakan kata majemuk, terdiri atas kata “ilmu” dan “pengetahuan”. Kata majemuk ini biasa digunakan menegaskan arti. Pengetahuan ialah segala hal yang dikenali, difahami dan alami yang membentuk suatu rentangan informasi yang dimiliki seorang. Ilmu ialah pengetahuan yang teah disistemkan dan dirumuskan, atau seperangkat pengetahuan yang telah diatur menjadi suatu system pemahaman. Secara ringkas, pengetahuan ialah komponen ilmu. Teknologi ialah ilmu atau pengetahuan yang diterapkan pada penciptaan barang yang diperlukan atau diinginkan manusia.
Dapat juga dikatakan teknologi adalah ilmu tentang seni keindustrian, yang mana industri diartikan upaya sungguh-sungguh dan ajek dalam produksi, perniagaan dan atau pembuatan (manufacture). Teknologi juga dapat diartikan penerapan pengetahuan secara sistematis pada tugas praktis dalam industri (flower, dkk, 1970; 1984). Jadi teknologi ialah anak kandung dari ilmu pengetahuan.
Adapun kemajuan dari ilmu teknologi adalah sesuatu yang tidak bisa kita hindari dalam kehidupan ini, karena kemajuan teknologi akan berjalan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan.
Menurut B.J Habiebie (1983: 14) ada delapan wahana transformasi yang menjadi prioritas pengembangan teknologi, terutama teknologi industri, yaitu:
1. Pesawat terbang
2. Maritim dan Perkapaln
3. Alat transformasi
4. Elektronika dan Komunikasi
5. Energi
6. Rekayasa
7. Alat-alat dan Mesin-mesin pertanian, dan
8. Pertahanan dan Keamanan

2.2 IPTEK dari Sudut Pandangan Islam
2.2.1 Pandangan Islam Terhadap IPTEK Secara Umum
Sesungguhnya Islam adalah agama yang menghargai ilmu pengetahuan. Menuntut ilmu, adalah ajaran Islam yang sangat diwajibkan sekali bagi setiap muslim. Terkadang orang tidak menyadari betapa pentingnya kedudukan ilmu dalam kehidupan ini. Ayat Al-Quran yang berkenaan dengan pendidikan sebagai berikut:
QS. Al-Alaq 1-5
Allah Ta’ala berfirman menerangkan keutamaan ulama dan apa-apa yang mereka miliki dari kedudukan dan ketinggianya.

يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لاَ يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الأَلْبَابِقُلْ هَلْ

“Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Az-Zumar:9)
Selain ayat Al-Quran, ada juga hadits sebagai berikut:
Dari Abu Musa Al-Asy’ariy radhiyallahu ‘anhu dari Nabi SAW, beliau bersabda:
“ perumpamaan apa yang aku bawa dari petunjuk dan ilmuan adalah seperti air hujan yang sangat banyak menyirami bumi, maka diantara bumi tersebut terdapat tanah yang subur, menyerap air lalu menumbuhkan rumput dan ilalang yang banyak. Dan diantaranya terdapat tanah yang kering yang dapat menahan air maka allah memberikan manfaat kepada manusia, denganya sehingga mereka bisa minum darinya, mengairi tanaman denganya dan bercocok tanam dengan airnya. Dan air hujan itu pun ada juga yang turun kepada tanah atau lembah yang tandus, tidak bisa menahan air dan tidak pula menumbuhkan rumput-rumputan. Itulah perumpamaan orang yang memahami agama Allah, dan orang yang mengambil manfaat dengan apa yang aku bawa, maka ia mengetahui dan mengajarkan ilmunya kepada yang lainya, dan perumpamaan orang yang tidak perhatian sama sekali dengan ilmu tersebut dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku diutus dengannya.” (HR. Al-Bukhhari)
Kemajuan sains dan teknologi telah memberikan kemudahan-kemudahan dan kesejahteraan bagi kehidupan manusia sekaligus merupakan sarana bagi kesempurnaan manusia sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya karena Allah telah mengaruniakan anugerah keni’matan kepada manusia yg bersifat saling melengkapi yaitu anugerah agama dan keni’matan sains teknologi. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan dua sosok yg tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Ilmu adalah sumber teknologi yang mampu memberikan kemungkinan munculnya berbagai penemuan rekayasa dan ide-ide. Adapun teknologi adalah terapan atau aplikasi dari ilmu yg dapat ditunjukkan dalam hasil nyata yang lebih canggih dan dapat mendorong manusia utk berkembang lebih maju lagi.firman Allah SWT dalam surat Al-Anbiya ayat 80 yg artinya “Telah kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu guna memelihara diri dalam peperanganmu.” Dari keterangan itu jelas sekali bahwa manusia dituntut utk berbuat sesuatu dgn sarana teknologi. Sehingga tidak mengherankan jika abad ke-7 M telah banyak lahir pemikir Islam yg tangguh produktif dan inofatif dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 
Kepeloporan dan keunggulan umat Islam dalam bidang ilmu pengetahuan sudah dimulai pada abad itu.Akan tetapi kemajuan-kemajuan itu tidak sempat ditindaklanjuti dengan sebaik-baiknya sehingga tanpa sadar umat Islam akhirnya melepaskan kepeloporannya. Lalu bangsa Barat dengan mudah mengambil dan mentransfer ilmu dan teknologi yg dimiliki dunia Islam dan dengan mudah pula mereka membuat licik yaitu membelenggu para pemikir Islam sehinggu sampai saat ini bangsa Baratlah yg menjadi pelopor dan pengendali ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kemajuan Iptek di Barat, yang didominasi oleh pandangan dunia dan paradigma sains (Iptek) yang positivistik-empirik sebagai anak kandung filsafat-ideologi materialisme-sekuler, pada akhirnya juga telah melahirkan penderitaan dan ketidakbahagiaan psikologis/ruhaniah pada banyak manusia baik di Barat maupun di Timur. 
Krisis multidimensional terjadi akibat perkembangan Iptek yang lepas dari kendali nilai-nilai moral Ketuhanan dan agama. Krisis ekologis, misalnya: berbagai bencana alam: Tsunami, gempa dan kacaunya iklim dan cuaca dunia akibat pemanasan global yang disebabkan tingginya polusi industri di negara-negara maju; Kehancuran ekosistem laut dan keracunan pada penduduk pantai akibat polusi yang diihasilkan oleh pertambangan mineral emas, perak dan tembaga, seperti yang terjadi di Buyat, Sulawesi Utara dan di Freeport Papua, Minamata Jepang. Kebocoran reaktor Nuklir di Chernobil, Rusia, dan di India, dll. Krisis Ekonomi dan politik yang terjadi di banyak negara berkembang dan negara miskin, terjadi akibat ketidakadilan dan ’penjajahan’ (neo-imperialisme) oleh negara-negara maju yang menguasai perekonomian dunia dan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Negara-negara yang berpenduduk mayoritas Muslim, saat ini pada umumnya adalah negara-negara berkembang atau negara terkebelakang, yang lemah secara ekonomi dan juga lemah atau tidak menguasai perkembangan ilmu pengetahuan dan sains-teknologi. Karena nyatanya saudara-saudara Muslim kita itu banyak yang masih bodoh dan lemah, maka mereka kehilangan harga diri dan kepercayaan dirinya. Beberapa di antara mereka kemudian menjadi hamba budaya dan pengikut buta kepentingan negara-negara Barat. Mereka menyerap begitu saja nilai-nilai, ideologi dan budaya materialis (’matre’) dan sekular (anti Tuhan) yang dicekokkan melalui kemajuan teknologi informasi dan media komunikasi Barat. Akibatnya krisis-krisis sosial-moral dan kejiwaan pun menular kepada sebagian besar bangsa-bangsa Muslim.
Islam sebagai agama penyempurna dan paripurna bagi kemanusiaan, sangat mendorong dan mementingkan umatnya untuk mempelajari, mengamati, memahami dan merenungkan segala kejadian di alam semesta. Dengan kata lain Islam sangat mementingkan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berbeda dengan pandangan dunia Barat yang melandasi pengembangan Ipteknya hanya untuk kepentingan duniawi yang ’matre’ dan sekular, maka Islam mementingkan pengembangan dan penguasaan Iptek untuk menjadi sarana ibadah-pengabdian Muslim kepada Allah SWT dan mengembang amanat Khalifatullah (wakil/mandataris Allah) di muka bumi untuk berkhidmat kepada kemanusiaan dan menyebarkan rahmat bagi seluruh alam (Rahmatan lil ’Alamin). Ada lebih dari 800 ayat dalam Al-Qur’an yang mementingkan proses perenungan, pemikiran dan pengamatan terhadap berbagai gejala alam, untuk ditafakuri dan menjadi bahan dzikir (ingat) kepada Allah. Yang paling terkenal adalah ayat:
*********************************
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau ciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS Ali Imron [3]
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadallah [58] : 11 )
Bagi umat Islam, kedua-duanya adalah merupakan ayat-ayat (atau tanda-tanda/sinyal) KeMahaKuasaan dan Keagungan Allah SWT. Ayattanziliyah/naqliyah (yang diturunkan atau transmited knowledge), seperti kitab-kitab suci dan ajaran para Rasulullah (Taurat, Zabur, Injil dan Al Qur’an), maupun ayat-ayat kauniyah (fenomena, prinsip-prinsip dan hukum alam), keduanya bila dibaca, dipelajari, diamati dan direnungkan, melalui mata, telinga dan hati akan semakin mempertebal pengetahuan, pengenalan, keyakinan dan keimanan kita kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, Wujud yang wajib, Sumber segala sesuatu dan segala eksistensi). Jadi agama dan ilmu pengetahuan, dalam Islam tidak terlepas satu sama lain. Agama dan ilmu pengetahuan adalah dua sisi koin dari satu mata uang koin yang sama. Keduanya saling membutuhkan, saling menjelaskan dan saling memperkuat secara sinergis, holistik dan integratif.
Bila ada pemahaman atau tafsiran ajaran agama Islam yang menentang fakta-fakta ilmiah, maka kemungkinan yang salah adalah pemahaman dan tafsiran terhadap ajaran agama tersebut. Bila ada ’ilmu pengetahuan’ yang menentang prinsip-prinsip pokok ajaran agama Islam maka yang salah adalah tafsiran filosofis atau paradigma materialisme-sekular yang berada di balik wajah ilmu pengetahuan modern tersebut.
Karena alam semesta –yang dipelajari melalui ilmu pengetahuan, dan ayat-ayat suci Tuhan (Al-Qur’an) dan Sunnah Rasulullah SAW  yang dipelajari melalui agama, adalah sama-sama ayat-ayat (tanda-tanda dan perwujudan/tajaliyat) Allah SWT, maka tidak mungkin satu sama lain saling bertentangan dan bertolak belakang, karena keduanya berasal dari satu Sumber yang Sama, Allah Yang Maha Pencipta dan Pemelihara seluruh Alam Semesta.
2.2.2 Pandangan Al-Quran Tentang IPTEK
Pandangan ilmu Al-Quran tentang ilmu teknologi dapat diketahui prinsip-prinsipnya dari analisis wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhamad SAW. “Bacalah dengan (menyebut) nama tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari ‘alaq. Bacalah, dan tuhanmulah yang maha pemurah. Yang mengajar manusia dengan pena, mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya” (QS Al-‘Alaq[96]:1-5). Wahyu pertama tidak menjelaskan apa yang harus dibaca, karena Al-Quran menghendaki umatnya membaca apa saja selama bacaan tersebut bismi Rabbik (demi Allah), dalam arti bermanfaat untuk kemanusiaan. Iqra’ berarti bacalah, telitilah dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu; bacalah alam, tanda-tanda zaman, sejarah, maupun diri sendiri, yang tertulis maupun yang tidak.
Selanjutnya, dari wahyu pertama Al-Quran diperoleh isyarat bahwa adadua cara perolehan dan pengembangan ilmu, yaitu Allah mengajar dengan pena yang telah diketahui manusia lain sebelumnya, dan mengajar manusia (tanpa pena) yang belum diketahuinya. Cara pertama adalah  mengajar dengan alat atau atas dasar usaha manusia, dan cara yang kedua adalah mengajar tanpa alat dan tanpa usaha manusia. Walaupun berbeda keduanya berasal dari satu sumber yang samayaitu Allah SWT.
Setiap pengetahuan memiliki objek dan subjek. Secara umum subjek dituntut peranannya untuk memahami objek, namun pengalaman ilmiah menunjukan bahwa objek terkadang memperkenalkan diri kepada subjek tanpa usaha sang subjek. Misalnya komet Halley yang memasuki cakrawala hanya sejenak setiap 76 tahun. Pada kasus ini, walaupun para astronom menyiapkan diri dengan peralatan mutakhir untuk mengamati dan mengenalnya, sesungguhnya yang lebih berperan adalah kehadiran komet itu sendiri dalam memperkenalkan diri. Wahyu, ilham, intuisi, firasat, yang diperoleh manusia yang siap dan suci jiwanya, atau apa yang diduga sebagai “kebetulan” yang dialami oleh ilmuan yang tekun, semuanya tidak lain kecuali bentuk-bentuk pengajaran Allah yang dapat dianalogikan dengan kasus komet diatas. Itulaha pengajaran tanpa qalam yang ditegaskan oleh wahyu pertama Al-Quran tersebut.
a. Ilmu 
Kata ilmu 854 kali dalam Al-Quran. Kata ini digunakan dalam arti proses pencapaian pengetahuan. Ilmu dari segi bahasa berarti kejelasan. Ilmu pengetahuan (sains) adalah pengetahuan tentang gejala alam yang diperoleh melalui proses yang disebut metode ilmiah (scientific method).
Dalam pandangan Al-Quran, ilmu adalah keistimewaan yang menjadikan manusia unggul terhadap makhluk-makhluk lain guna menjalankan fungsi kekhalifahan.
b. Objek ilmu dan cara memperolehnya.
Berdasarkan pembagian ilmu yang disebutkan terdahulu, secara garis besar objek ilmu dapat dibagi dalam dua bagian pokok, yaitu alam materi dan alam non materi. Sains mutakhir yang mengarahkan pandangan kepada alam materi, karena itu objek ilmu menurut mereka hanya mencakup sains kealaman dan terapanya yang dapat berkembang secara kualitatif dan penggandaan, variasi terbatas, dan pengalihan antar budaya.
Objek ilmu menurut ilmuan muslim mencakup alam materi dan non-materi. Karena itu, sebagai ilmuan muslim-khususnya kaum sufi melalui ayat-ayat Al-Quran memperkenalkan ilmu yang mereka sebut al-hadharat, al-ilahiyah, al-khams (lima kehadiran ilahi) untuk menggambarkan hierarki keseluruhan realitas wujud.
Kelima hal tersebut adalah:
1) Alam nasut (alam materi)
2) Alam malakut (alam kejiwaan)
3) Alam jabarut (alam ruh)
4) Alam lahut (sifat-sifat ilahiyah), dan 
5) Alam hahut (wujud zat ilahi)
Tentu ada beberapa cara dan sarana yang harus digunakan untuk meraih pengetahuan tentang kelima hal tersebut.
QS Al-Nahl [16]:78).****************
“Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan yang tidak mengetahui sesuatu pun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur” (menggunakannya sesuai petunjuk ilahi untuk memperoleh pengetahuan) 
Ayat ini mengisaratkan penggunaan empat sarana itu, pendengaran, mata (penglihatan) dan akal, serta hati.
c. Teknologi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, teknologi diartikan sebagai “kemampuan teknik yang berlandaskan ilmu pengetahuan ilmu eksakta dan berdasarkan prroses teknis.” Teknologi adalah ilmu tentang tata cara menerapkan sains untuk memanfaatkan alam bagi kesejahtraan dan kenyamanan manusia.
Adapun penundukan secara potensial terlaksana melalui hukum-hukum alam yang ditetapkan allah untuk kemampuan yang dianugrahkannya kepada manusia. Al-Quran menjelaskan sebagian dari ciri tersebut, antara lain:
a) Segala sesuatu yang ada dialam raya ini memiliki ciri dan hukum-hukumnya.
b) Segala dialam raya ini tunduk kepadanya.
c) Benda-benda alam apalagi yang tidak bernyawa tidak diberi kemampuan memilih, tetapi sepenuhnya tunduk kepada allah SWT, melalui hukum-hukumnya.

2.3 Peranan Islam dalam Perkembangan IPTEK
2.3.1 Peran Islam dalam Perkembangan IPTEK 
Pada dasarnya peranan islam dalam perkembangan IPTEK ada 2 (dua) yaitu:
1. Menjadikan aqidah islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Paradigma inilah yang seharusnya dimiliki umat islam, bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Paradigma islam ini menyatakan awal aqidah islam wajib dijadikan landasan pemikiran bagi seluruh ilmu pengetahuan. Ini bukan berarti menjadi aqidah islam sebagai sumber segala macam ilmu pengetahuan, melainkan menjadikan sebagai standar bagi segala ilmu pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan yang sesuai dengan aqidah islam dapat diterima dan diamalkan, sedangkan yang bertentangan dengannya, wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan.
2. Menjadikan syari’ah islam (yang lahir dari aqidah islam) sebagai standar pemanfaatan IPTEK dalam kehidupan sehari-hari. Standar atau kriteria inilah yang seharusnya yang digunakan umat islam, bukan standar manfaat (pragmatisme/utilitarianisme) seperti yang ada sekarang. Standar syari’ah ini mengatur, bahwa boleh tidaknya pemanfaatan IPTEK, didasarkan pada ketentuan halal haram (hukum-hukum syari’ah islam). Umat islam boleh memanfaatkan IPTEK jika telah dihalalkan oleh syari’ah islam. Sebaliknya jika suatu aspek IPTEK telah diharamkan oleh syari’ah, maka tidak boleh umat islam memanfaatkannya, walaupun ia menghasilkan manfaatsesaat untuk memenuhi kebutuhan manusia.
2.3.2 Peranan Agama dalam Pengembangan IPTEK Nasional
Ada beberapa kemungkinan hubungan agama dan IPTEK:
a) Pola hubungan yang negatif, saling tolak apa yang dianggap benar oleh agama dianggap tidak benar oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Demikian pula sebaliknya, dalam pola hubungan seperti ini pengembangan IPTEK akan menjauhkan orang dari keyakinan akan kebenaran agama dan pendalaman agama dapat menjauhkan orang dari keyakinan kebenaran ilmu pengetahuan.
Orang yang ingin menekuni ajaran agama akan cenderung untuk menjauhi ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan oleh manusia. Pola hubungan pertama ini pernah terjadi dijaman Galileo-Galilai. Ketika Galileo berpendapat bahwa bumi mengitari matahari, sedangkan gereja berpendapat bahwa mataharilah yang mengitari bumi, maka Galileo dipersalahkan dan dikalahkan. Ia dihukum karena menyesatkan masyarakat.
b) Pola perkembangan dari pola hubungan pertama. Ketika kebenaran IPTEK yang bertentangan dengan kebenaran agama, makin tidak dapat disangkal sementara keyakinan akan kebenaran agama masih kuat , jalan satu-satunya adalah menerima kebenaran keduanya dengan anggapan bahwa masing-masing mempunyai wilayah kebenaran yang berbeda.
Kebenaran agama dipisahkan samasekali dari kebenaran ilmu pengetahuan. Konflik antara agama dan ilmu, apabila terjadi, akan diselesaikan dengan menganggapnya berada dalam wilayah yang berbeda. Dalam pola hubungan seperti ini, pengembangan IPTEK tidak dikaitkan dengan penghayatan dan pengamalan agama seseorang karena keduanya berada pada wilayah yang berbeda. Baik secara individu maupun komunal, pengembangan yang satu tidak mempengaruhi perkembangan yang lain. Pola hubungan seperti ini dapat terjadi pada masyarakat sekuler yang sudah terbiasa untuk memisahkan urusan agama dari urusan negara/masyarakat.
c) Pola hubungan netral. Dalam pola hubungan ini, pola kebenaran ajaran agama tidak bertentangan dengan kebenaran ilmu pengetahuan tetapi juga tidak saling mempengaruhi. Kendati ajaran agama tidak bertentangan dengan IPTEK, ajaran agama tidak dikaitkan dengan IPTEK sama sekali. Dalam masyarakat dimana pola hubungan ini terjadi, penghayatan agama tidak mendorong orang untuk mengembangkan IPTEK dan pengembangan IPTEK tidak mendorong orang untuk mendalami dan menghayati ajaran agama.
Keadaaan seperti ini dapat terjadi dalam masyarakat sekuler. Karena masyarakatnya sudah terbiasa dengan pemisahan agama dan negara/masyarakat, maka ketika agama bersinggung dengan ilmu, persinggungan itu tidak banyak mempunyai dampak karena terasa aneh kalau dikaitkan. Mungkin secara individu dampak itu ada, tetapi secara komunal pola hubungan ini cenderung untuk tidak menimbulkan dampak apa-apa.
d. Pola hubungan positif. Terjadi pola hubungan seperti ini disyaratkan tidak adanya pertentangan antara ajaran agama dan ilmu pengetahuan serta kehidupan masyarakat yang tidak sekuler. Secara teori pola hubungan ini, dapat terjadi dalam tiga wujud:
Ajaran agama mendukung pengembanga IPTEK, tetapi pengembangan IPTEK tidak mendukung ajaran agama
Pengembangan IPTEK mendukung ajaran agama tapi ajaran agama tidak mendukung pengembangan IPTEK.
Dan ajaran agama mendukung pengembangan IPTEK, dan demikian pula sebaliknya.
2.4 Paradigma Hubungan Antara Agama dan IPTEK
2.4.2   Hubungan Antara Agama dan IPTEK
Perkembangan IPTEK, adalah hasil dari segala langkah dan pemikiran untuk memperluas, memperdalam, dan mengembangkan IPTEK (Agus, 1999). Agama yang dimaksud disini ialah agama Islam, yaitu agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhamad SAW, untuk mengatur manusia dengan penciptannya (dengan aqidah dan aturan ibadah), hubungan manusia dengan dirinya sendiri (dengan aturan akhlak, makanan, dan pakaian), dan hubungan manusia dengan manusia lainya (dengan aturan mu’amalah dan uqubat/ sistem pidana). (An-Nabhani, 2001)
Bagaimana hubungan agama dengan IPTEK? Secara garis besar, berdasarkan tinjauan ideologi yang melandsi hubungan keduanya, terdapat 3 (tiga) paradigma hubungan antara agama dan IPTEK, yaitu:
1. paradigma sekuler yaitu paradigma yang memandang agama dan IPTEK terpisah satu sama lain. Sebab dalam ideologi sekularisme bbgarat, agama telah dipisahkan dari kehidupan (fashl al-din and al-hayah). Agama tidak dinafikan eksistensinya, tetapi hanya dibatasi peranannya dalam hubungan pribadi manusia dengan tuhannya. Agama tidak mengatur hal umum atau publik, maka dari itu paradigma ini memandang agama dan IPTEK tidak bisa dicampuri dan mengintervensi yang lainya. Agama dan IPTEK sama sekali terpisah baik secara otonologis (berkaitan dengan pengertian atau hakikat suatu hal), epistemologis (berkaitan dengan cara memperoleh pengetahuan), dan aksiologis (berkaitan dengan cara menerapkan pengetahuan).
2. paradigma sosialis yaitu paradigma dari ideologi sosialisme yang menafsirkan eksitensi agama sama sekali. Agama itu tidak ada dus, tidak ada hubungan dan kaitan apapun dengan IPTEK. Iptek bisa berjalan secara idependen dan lepas secara total dari agama. Paradigma ini mirip dengan paradigma sekuler diatas, tapi lebih ekstrem. Dalam paradigma sekuler, agama berfungsi secara sekularistik, yaitu dinafikan keberadaanya, tapi hanya dibatasi paranannya dalam hubungan vertikal manusia-tuhan. Sedangkan dalam paradigma sosialis, agama dipandang secara ateistik, yaitu dianggap tidak ada (in-exist)dan dibuang sama sekali dari kehidupan.
Berdasarkan paradigma inilah agama tidak ada sangkut pautnya dengan IPTEK. Seluruh bangunan ilmu pengetahuan dalam paradigma sosialisdi dasarkan pada ide dasar materialisme, khususnya materialisme dialektis.
3. paradigma Islam yaitu paradigma yang memandang bahwa agama adalah dasar dan pengatur kehidupan. Aqidah Islam menjadi basis dari segala ilmu pengetahuan. Aqidah Islam yang terwujud dalam apa-apa yang terdapat dalam Al-quran dan Al-hadist menjadi idah fikrinya (landasan fikiran), yaitu suatu asas yang diatasnya dibangun seluruh bangunan fikiran dan ilmu pengetahuan manusia 
Paradigma ini memerintahkan manusia untuk membangun segala pemikirannya berdasarkan aqidah Islam, bukan lepas dari aqidah itu. Ini bisa kita pahami dari ayat yang pertama kali turun (artinya): “ Bacalah dengan (menyebut) nama tuhanmu yang menciptakan”. (QS. Al-Alaq [96]: 1)
*****************************************
Ayat ini berarti manusia telah diperintahkan untuk membaca guna memperoleh berbagai pemikiran dan pemahaman. Tetapi segala pemikirannya itu tidak boleh lepas dari aqidah Islam, karena iqra haruslah dengan bismirabbika, yaitu tetap berdasarkan iman kepada Allah, yang merupakan asas aqidah Islam (Al-Qashash, 1995: 81).
Paradigma Islam ini menyatakan bahwa kata putus dalam ilmu pengetahuan bukan berada pada pengetahuan atau filsafat manusia yang sempit, melainkan berada pada ilmu Allah yang mencakup dan meliputi segala sesuatu ( Yahya Farghal, 1994: 117). Firman Allah SWT:
**************************
Artinya: “ Dan adalah (pengetahuan) Allah maha meliputi segala sesuatu”. (QS. Anisaa [4]: 126).
Itulah paradigma yang dibawa Rasulullah SAW (w. 632 M) yang meletakan aqidah Islam yang berasas Laa ilaaha illallah Muhammad Rasulullah SAW sebagai asas ilmu pengetahuan. Beliau mengajak, memeluk aqidah islam lebih dulu, lalu setelah itu menjadikan aqidah tersebut sebagai pondasi dan standar bagi berbagai ilmu pengetahuan. Ini dapat ditunjukan misalnya dari suatu peristiwa ketika di masa Rasulullah SAW terjadi gerhana matahari, yang bertetapan dengan wafatnya putra beliau (Ibrahim). Orang-orang berkata, gerhana matahari ini terjadi karena meninggalnya Ibrahim. Maka Rasulullah SAW segera menjelaskan:
 “ Sesungguhnya gerhana matahari dan bulan tidak terjadi karena kematian atau kelahiran seseorang, akan tetapi keduanya termasuk tanda-tanda kekuasaan Allah. Dengan Allah memperingatkan hamba-hambanya”. [HR. Al-Bukhari dan An-Nisa] (Al-Baghdadi, 1996: 10).
Dengan jelas kita tau bahwa Rasulullah SAW telah meletakan aqidah Islam sebagai dasar ilmu pengetahuan, sebab beliau menjelaskan, bahwa fenomena alam adalah tanda keberadaan dan kekuasaan Allah, tidak ada hubungannya dengan nasib seseorang. Hal ini sesuai dengan aqidah muslim yang tertera dalam Al-Quran:
****************************************
Artinya: “ Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang berakal”.(QS. Al-Imran [3]: 190).
Inillah paradigma Islam yang menjadikan aqidah Islam sebagai dasar segala pengetahuan seorang muslim. Paradigma inilah yang telah mencetak muslim-muslim yang taat dan soleh, tetapi sekaligus cerdas dalam IPTEK. Itulah hasil dan prestasi cemerlang dari paradigma Islam ini yang dapat dilihat pada masa kejayaan IPTEK dunia Islam antara tahun 700-1400 M. Pada masa inilah dikenal nama Jabir bin Hayyan (w. 721) sebagai ahli kimia termasyhur, Al-Khawarzmi (w. 780) sebagai ahli matematika dan astronomi, Al-Battani (w. 858) sebagai ahli astronomi dan matematika, Al-Razi (w. 884) sebagai pakar kedokteran Ophtamologi, dan kimia. Tsabit bin Qurrah (w. 908) sebagai ahli kedokteran dan tekhnik, dan masih banyak lagi (tentang kejayaan IPTEK dunia Islam, lihat misanya: M. Natsir Arsyad, 1992; Hossein Bahreisj, 1995; Ahmed dkk, 1999; Eugene A. Myres 2003; A. Zahoor, 2003; Gunadi dan Shoelhi, 2003).
2.4.2 Aqidah Islam Sebagai Dasar IPTEK
Inilah peran pertama yang dimainkan Islam dalam IPTEK, yaitu aqidah Islam harus dijadikan basis segala konsep dan aplikasi IPTEK. Inilah paradigma Islam sebagaimana yang telah dibawa Rasulullah SAW. Paradigma Islam inilah yang seharusnya diadopsi oleh kaum muslimin saat ini. Bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Diakui atau tidak kini umat Islam telah terjerumus dalam sikap membebek dan mengekor Barat dalam segala-galanya; dalam pandangan hidup, gaya hidup, termasuk dalam konsep ilmu pengetahuan.
Bercokolnya paradigma sekuler inilah yang bisa menjelaskan, mengapa didalam sistem pendidikan yang diakui oleh Islam, diajarka sistem ekonomi kapitalis yang pragmatis yang tidak kenal halal-haram. Eksistensi paradigma sekuler ini menjelaskan pula mengapa tetap diajarkan konsep pengetahuan yang bertentangan dengan keyakinan dan keimanan muslim. Misalnya teori Darwin yang dusta dan sekaligus bertolak belakang dengan Aqidah Islam.
Jadi, yang dimaksud menjadikan aqidah Islam sebagai landasan IPTEK bukanlah bahwa konsep IPTEK wajib bersumber kepada Al-Quran dan Al-Hadist, tapi yang dimaksud, bahwa IPTEK wajib berstandar pada Al-Quran dan Hadist. Ringkasnya, Al-Quran dan Al-Hadist adalah standar (miqyas) IPTEK, dan bukanya sumber (mashdar) IPTEK. Artinya apapun konsep IPTEK yang dikembangkan, harus sesuai dengan Al-quran dan Al-Hadist, dan tidak boleh bertentangan dengan Al-Quran dan Al-Hadist itu. Jika suatu konsep IPTEK bertentangan dengan Al-quran dan Al-hadist, maka konsep itu berarti harus ditolak.
2.4.3 Syari’ah Islam Standar Femanfaatan IPTEK
Peran kedua Islam dalam perkembangan IPTEK, adalah bahwa syariah Islam harus dijadikan standar pemanfaatan IPTEK. Ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam) wajib dijadikan tolak ukur dalam pemanfaatan IPTEK, bagaimanapun juga bentuknya IPTEK yang boleh dimanfaatkan adalah yang telah dihalalkan oleh syariah Islam. Sedangkan IPTEK yang tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang telah diharamkan syariah islam.
Kontras dengan ini, adalah apa yang ada dibarat sekarang dan ada juga negri-negri muslim yang bertaqlid dan mengikuti barat secara membabi buta. Standar pemanfaatan IPTEK menurut mereka adalah manfaat, apakah itu dinamakan pragmatisme ataupun utilitarianime. Selama sesuatu itu bermanfaat, yakni dapat memuaskan kebutuhan manusia, maka ia dianggap benar dan absah dan untuk dilaksanakan. Meskipun itu diharamkan dalam ajaran agama. Keberadaan standar manfaat itulah yang dapat menjelaskan, mengapa orang barat mengaplikasikan IPTEK secara tidak bermoral, tidak berperikemanusiaan, dan bertentangan dengan nilai agama. Misalnya, menggunakan bom atom untuk membunuh ratusan ribu manusia yang tak berdosa, memanfaatkan bayi tabung tanpa melihat moralitas (meletakan embrio keppada ibu pengganti), mengkloning manusia (berarti manusia bereproduksi secara a-seksual, bukan seksual), mengeksploitasi alam secara secara serakah, walaupun menimbulkan pencemaran yang berbahaya dan seterusnya.
Karena itu sudah saatnya standar manfaat yang salah itu dikoreksi dan diganti oleh standar yang benar. Yaitu standar yang bersumber dari pemilik segala ilmu-nya meliputi segala sesuatu yang amat mengetahui mana yang secara hakiki yang bermanfaat secara manusia, dan mana yang secara hakiki berbahaya bagi manusia. Standar itu adalah segala perintah dan larangan Allah SWT, yang bentuknya secara praktis dan konkrit adalah syariah Islam.
2.5 Manfaaat Positif dan Negatif IPTEK dalam Agama Islam
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) disatu sisi memang berdampak positif. Yakni dapat memperbaiki kualitas hidup manusia. Berbagai sarana modern industri, komunikasi, dan transportasi, terbukti sangat bermanfaat. Contohnya: Dengan ditemukannya mesin jahit, dalam satu menit bisa dilakukan sekitar 7000 tusukan jarum jahit. Bandingkan kalau kita menjahit dengan tangan, hanya bisa 23 tusukan permenit (Qardhawi, 1997).
Tapi disis lain, tak jarang IPTEK berdampak negatif karena merugikan dan membahayakan kehidupan martabat manusia. Bom atom telah menewaskan ratusan ribu manusia di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945. Pada tahun 1995 Elizabet, seorang bayi italia lahir dari rahim bibinya setelah dua tahun ibunya (bernama Luigi) meninggal. Ovum dan sperma orang tuanya yang asli, ternyata telah disimpandan kemudian baru dititipkan kepada bibinya. Elenna adik Luigi (Kompas, 16/01/1995). Disinilah, peran agama sebagai pedoman hidup menjadi sangat penting untuk ditengok kembali.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam pandangan Isalam ternyata penguasaan ilmu dan teknologi sangat dianjurkan hal ini terbukti dengan banyaknya ayat-ayat al-qur’an maupun hadis Nabi SAW. Yang menganjurkan untuk menguasai iptek dan juga dibuktikan ayat al-Quran yang pertaama turun adalahperintah iqra’, perintah ini menganung arti yang sangat luas yaitu membaca segala hal yang bermanfat agi kemanusiaan.
Dalam perjalan sejarah umat islam, mengalami pasang surut dalam menguasai ilmu pengetahuan. Islam mengalaami masakejayaan dalampenguasaan iptek adalah ketika masa-masakhilafah Islamiyah Abbasiyah dan berakhir sampai akhir abad ke 18 M.
Terpuruknya umat Islam dalam penguasaan IPTEK sapai masa kini, sebenarnya jauh dari ajaran Islam yang sangat menganjurkan dalam penguasaan IPTEK. Keterpurukan ini disebabakn banyak faktor. Pemisahan ilmu menjadi ilmu agama dan ilmu dunia yang disertai hukum mencariilmu tersebut.
Dari pemisahan ini menyebabkan, ilmu agama menjadi ilmu yang wajib dipelajari sedangkan ilmu dunia menjadi ilmu yang dinomor duakan, sehingga kurang mendapatkan perhatian dari umat Islam.

DAFTAR PUSTAKA
Fahrudin. (2010). Iptek dalam islam. [online]. Tersedia:  http://sugafahru.wordpress.com . [04 juli 2010]
Ahmad. (2007). Iptek di dunia islam. [online]. Tersedia:  http://ahmadsamantho.wordpress.com. [04 desember 2007]
Supardi. (2011). Positif dan negatif iptek. [online]. Tersedia:  http://supardisaminja.blogspot.com . [16 November 2011]
Dreamlandaulah. (2011). iptek dalam pandangan islam. [online]. Tersedia:  http://dreamlandaulah.wordpress.com [25 mei 2011] 

close
==[ Klik disini 1X ] [ Close ]==