Makalah Pemahaman Agama dari Berbagai Sudut Pandang Pendekatan September 2023

Makalah Pemahaman Agama dari Berbagai Sudut Pandang Pendekatan
BAB IPENDAHULUAN
A.     Latar Belakang Masalah
           Agama merupakan sesuatu yang berhubungan dengan keyakinan, keimanan dan kepercayaan seseorang. Dalam pembahasan ini, agama dipandang dan diteliti tidak secara sepihak atau memandang agamanya lebih baik dan menghina agama lain. Namun, pemahaman agama di pandang secara obyektif mengenai kebenarannya dengan sikap yang relatif. Hal itu diperlukan beberapa pandangan atau pendapat dari beberapa para ilmuwan.           Tujuan dari kajian ini untuk mengungkapkan argumen-argumen yang logis, meningkatkan pemahaman agama dan memperjelas bahasan agama dilihat dari sudut pandang beberapa para ahli dan dilihat dari beberapa metode atau pendekatan, diantaranya :1.       Pendekatan teologis2.       Pendekatan sosiologi3.       Pendekatan historis / sejarah4.       Pendekatan psikologi5.       Pendekatan filosofis6.       Pendekatan kebudayaan           Pemahaman agama melalui beberapa pendekatan di atas akan dibahas pada bab selanjutnya
      B.  Rumusan masalah1.       Bagaimana pemahaman agama bila dilihat dari pendekatan teologis ?2.       Bagaimana pemahaman agama bila dilihat dari pendekatan sosiologi ?3.       Bagaimana pemahaman agama bila dilihat dari pendekatan historis ?4.       Bagaimana pemahaman agama bila dilihat dari pendekatan psikologi ?5.       Bagaimana pemahaman agama bila dilihat dari pendekatan filosofis ?6.       Bagaimana pemahaman agama bila dilihat dari pendekatan kebudayaan ?

BAB IIPEMBAHASAN
A.     Pemahaman agama melalui pendekatan teologi
           Secara harfiah dapat diartikan sebagai upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka Ilmu Ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan dengan yang lainnya.           Jika diteliti lebih mendalam, dalam intern umat beragama tertentu dijumpai berbagai paham atau sekte keagamaan, seperti teologi Kristen-Katolik, teologi Kristen-Protestan dan lain sebagainya. Dalam Islam sendiri, secara tradisional, dapat dijumpai teologi Mu’tazilah, teologi Asy’ariyah, dan Maturidiyah.           Menurut pengamatan Sayyed Hosein Nasr, dalam era komtemporer ini ada 4 prototipe pemikiran keagamaan Islam, yaitu pemikiran keagamaan fundamentalis, modernis, mesianis, dan tradisionalis. Keempat prototipe pemikiran keagamaan tersebut sudah barang tentu tidak mudah disatukan dengan begitu saja. Masing-masing mempunyai “keyakinan” teologi yang seringkali sulit untuk didamaikan. Mungkin kurang tepat menggunakan istilah “teologi” di sini, tapi menunjuk pada gagasan pemikiran keagamaan yang terinspirasi oleh paham ketuhanan dan pemahaman kitab suci serta penafsiran ajaran agama tertentu adalah juga bentuk dari pemikiran teologi dalam bentuk dan wajah yang baru.

Dari pemikiran tersebut, dapat diketahui bahwa pendekatan teologi dalam pemahaman kagamaan adalah pendekatan yang menekankan pada bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan yang masing-masing bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan tersebut mengklaim dirinya sebagai yang paling benar sedangkan yang lainnya sebagai salah. Aliran teologi yang satu begitu yakin dan fanatik bahwa pahamnyalah yang benar sedangkan paham lainnya salah, sehingga memandang paham orang lain itu keliru, sesat, kafir, murtad dan seterusnya. Demikian pula paham yang dituduh keliru, sesat, dan kafir itu pun menuduh bahwa lawannya sebagai yang sesat dan kafir. Dalam keadaan demikian, maka terjadilah proses saling meng-kafirkan, salah menyalahkan dan seterusnya. Dengan demikian, antara satu aliran dan aliran lainnya tidak terbuka dialog atau saling menghargai. Yang ada hanyalah keterpurukan (eksklusifisme), sehingga yang terjadi adalah pemisahan dan terkotak-kotak.

Pendekatan teologis dalam memahami agama menggunakan cara berfikir deduktif, yaitu cara berfikir yang berawal dari keyakinan yang diyakini benar dan mutlak adanya, karena ajaran yang berasal dari Tuhan, sudah pasti benar, sehingga tidak perlu dipertanyakan lebih dahulu melainkan dimulai dari keyakinan yang selanjutnya diperkuat dengan dalil-dalil dan argumentasi. Namun pendekatan teologis ini menunjukkan adanya kekurangan antara lain berfiat eksklusif, dogmatis, tidak mau mengakui kebenaran agama lain, dan sebagainya. Kekurangan ini dapat diatasi dengan cara melengkapinya dengan pendekatan sosiologis.

Pendekatan teologis ini selanjutnya erat kaitannya dengan pendekatan normatif, yaitu suatu pendekatan yang memandang agama dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari Tuhan yang di dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia. Dalam pendekatan teologis ini agama dilihat sebagai suatu kebenaran mutlak dari Tuhan, tidak ada kekurangan sedikitpun dan tampak bersikap ideal. Dalam kaitan ini agama tampil sangat prima dengan seperangkat cirinya yang khas. Untuk agama Islam misalnya, secara normatif pasti benar, menjunjung nilai-nilai luhur. Untuk bidang sosial, agama tampil menawarkan nilai-nilai kemanusiaan, kebersamaan, kesetiakawanan, tolong menolong, tenggang rasa, persamaan derajat dan sebagainya. Untuk bidang ekonomi, agama tampil menawarkan keadilan, kebersamaan, kejujuran, dan saling menguntungkan. Untuk bidang ilmu pengetahuan, agama tampil mendorong pemeluknya agar memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang setinggi-tingginya, menguasai keterampilan, keahlian dan sebagainya. Demikian pula untuk bidang kesehatan, lingkungan hidup, kebudayaan, politik dan sebagainya agama tampil sangat ideal dan yang dibangun berdasarkan dalil-dalil yang terdapat dalam ajaran agama yang bersangkutan.

B.     Pemahaman agama melalui pendekatan sosiologi
Dari tinjauan sosiologis, agama adalah ciri kehidupan sosial manusia secara universal, yang berarti semua masyarakat mempunyai cara-cara berpikir dan pola-pola perilaku yang memenuhi syarat agama. Selain itu Agama juga berarti perintah moral yang secara logis menjadi konsekuensi dari ajaran Tuhan. Dengan demikian, agama menjadi super struktur yang di dalamnya terdapat simbol, citra, kepercayaan, dan nilai-nilai spesifik makhluk manusia yang mereka interpretasikan sesuai dengan keberadaannya. Namun, agama juga mengandung komponen ritual, maka sebagian agama tergolong juga dalam struktur sosial.

Proses keagamaan yang semacam ini tentu memiliki implikasi sosial yang tidak hanya bersifat monologis melainkan menimbulkan persoalan jauh lebih komplek. Karena agama telah terkonstruk menjadi sistem sosial, budaya dan simbol. Masing-masing agama mempunyai sistem budaya, simbol, serta kepercayaaan dan keyakinan berbeda. Semuanya berjalan satu arah tetapi jalan yang ditempuh mungkin berbeda-beda. Apalagi jika titik persinggungan dari setiap agama itu bertemu pada poros keyakinan, maka secara jelas setiap agama akan saling mempertahankan keyakinannya secara subjektif-apologis. Refleksi ini perlu kita akui bahwa memang tidak mudah menaggalkan klaim subyektif itu dihadapan para pemeluk agama-agama lain. Dari perbedaan cara memahami keyakinan, berubah menjadi masalah-masalah sosial yang tidak jarang menimbulkan konflik, pertikaian dan saling menang sendiri.

Dari kenyataan inilah maka diperlukan sebuah pendekatan alternatif yang dapat mengurangi ketegangan pada satu aras, yakni klaim kebenaran. Pendekatan yang agaknya bisa menjembatani hal itu adalah pendekatan sosiologis. Karena pendekatan ini disamping mempunyai watak yang lebih humanis, juga melihatnya dari kerangka analisa dan gejala sosial.

C.     Pemahaman agama melalui pendekatan historis
Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang, dan pelaku dari peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini, segala peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, di mana, apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut.

Melalui pendekatan sejarah seseorang diajak menukik dari alam idealis ke alam yang bersifat empiris dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di alam empiris dan historis.

Pendekatan kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama itu sendiri turun dalam situasi yang konkret bahkan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Dalam hubungan ini, Kuntowijoyo telah melakukan studi yang mendalam terhadap agama yang dalam hal ini Islam, menurut pendekatan sejarah. Ketika ia memperlajari al-qur’an, ia sampai pada suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya kandungan al-qur’an itu terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama, berisi konsep-konsep dan bagian kedua, berisi kisah-kisah sejarah dan perumpamaan.

Melalui pendekatan sejarah ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini, maka seseorang tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya, karena pemahaman demikian itu akan menyesatkan orang yang memahaminya. Seseorang yang ingin memahami al-qur’an secara benar misalnya, yang bersangkutan harus mempelajari sejarah turunnya al-qur’an. Dengan ilmu asbabun nuzul iniseseorang akan dapat mengetahui hikmah yang terkandung dalam suatu ayat yang berkenaan dengan hukum tertentu dan ditujukan untuk memelihara syariat dari kekeliruan memahaminya.

D.     Pemahaman agama melalui pendekatan psikologi
Pada kajian ini secara spesifik akan dibahas satu pendekatan dalam studi agama, yaitu psikologi. Freudberpendapat bahwa agama secara esensial mempunyai gejala-gejala yang cukup unik yang perlu disingkap dan dikembangkan.

Secara garis besar kajian ini akan lebih dikonsentrasikan pada dua hal, yang pertama, pengujian teori agama sebagai sebuah keutuhan. Tekanannya adalah, pada sisi psikologi yang berkaitan pada agama dan perseorangan yang di dalamnya juga dikaitkan pada struktur keagamaan. Kemudian pada konsentrais yang kedua akan difokuskan pada pencarian platform atau landasan teoritis dalam mendekati dan memetakan kajian kegamaan sebagai sebuah disiplin ilmu yang terus menjadi bahan diskusi sepanjang zaman.

Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala perilaku yang dapat diamatinya. Menurut Zakiyah Darajat, perilaku seseorang yang nampak lahiriah terjadi karena dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya. Seseorang ketika berjumpa saling mengucapkan salam, hormat kepada kedua orang tua, kepada guru, menutup aurat, rela berkorban untuk kebenaran dan sebagainya adalah merupakan gejala-gejala keagamaan yang dapat dijelaskan melalui ilmu jiwa agama. Ilmu jiwa agama mementingkan bagaimana keyakinan agama tersebut terlihat pengaruhnya dalam perilaku penganutnya.

Dengan ilmu jiwa ini seseorang selain akan memahami tingkat keagamaan yang dihayati, difahami dan diamalkan seseorang, juga dapat digunakan sebagai alat untuk memasukkan agama ke dalam jiwa seseorang sesuai dengan tingkat usianya. Dengan ilmu ini agama akan menemukan cara yang tepat dan cocok untuk memahamkannya.

Kita misalnya dapat mengetahui pengaruh dari shalat, puasa, zakat, haji dan ibadah lainnya dengan melalui ilmu jiwa. Dengan pengetahuan ini, maka dapat disusun langkah-langkah baru yang lebih efisien dalam menanamkan ajaran agama. Itulah sebabnya ilmu jiwa ini banyak digunakan sebagai alat untuk menjelaskan gejala atau sikap keagamaan seseorang.
E.      Pemahaman agama melalui pendekatan filosofis
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta kepada kebenaran, ilmu dan hikmah. Dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. Dalam kamus umum bahasa Indonesia, Poerwadarminta mengartikan filsafat sebagai pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab-sebab, asas-asas hukum dan sebagainya terhadap segala yang ada di alam semesta atau pun menjadi kebenaran dan arti “adanya” sesuatu. Dan pengertian filsafat secara umum digunakan adalah menurut Sdi Gazalba yaitu: filsafat ialah berpikir secara mendalam, sistematis, radikal dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti, hikmah, atau hakikat menjadi segala sesuatu yang ada.

Berpikir sacara filosofis tersebut selanjutnya dapat digunakan dalam memahami ajaran agama, dengan maksud agar hikmah, hakikat atau inti dari ajaran agama dapat dimengerti dan difahami secara seksama, dan pendekatan filosofi ini sudah banyak dilakukan oleh para ahli. Dengan menggunakan pendekatan filosofi seorang akan dapat memberi makna terhadap sesuatu yang dijumpainya. Dengan demikian ketika seorang mengerjakan suatu amal ibadah tidak akan merasa kekeringan spiritual yang dapat menimbulkan kebosanan, maka semakin pula meningkatkan sikap, penghayatan dan daya spiritualitas yang dimiliki seseorang. Dan filsafat juga digunakan ilmu-ilmu lain selain agama Islam. contoh: filsafat sejarah, ekonomi dan lain-lain.

Melalui pendekatan filosofi ini, seseorang tidak akan terjebak dalam pengalaman agama yang bersifat formalistic, yakni mengamalkan agama dengan susah payah tetapi tidak memiliki makna agama, kosong tanpa arti, yang mereka dapatkan dari pengalaman agama tersebut hanyalah pengakuan formalistic, misalnya sudah haji, sudah menunaikan rukun iman yang kelima dan berhenti sampai di situ dan mereka tidak dapat merasakan nilai-nilai spiritual yang terkandung di dalamnya.

Namun demikian, hendaklah filosofis tidak berarti menafikan atau menyepelekan bentuk pengalaman agama yang bersifat formal. Filsafat mempelajari segi batin yang bersifat esoterik, sedangkan bentuk (formal) memfokuskan segi lahiriah yang bersifat eksoterik. Bentuk atau kulit itulah yang disebut aspek eksoterik dan agama-agama dan manifestasinya dalam dunia ini menjadi religius (dengan r kecil), sedangkan kebenaran yang bersifat absolut, universal dan metahistoris adalah Religius (dengan R besar). Dan titik Religion inilah titik persamaan yang sungguh-sungguh akan dicapai.

Pendekatan yang bercorak orientalis ini, walaupun secara teoretis memberikan harapan dan kesejukan, namun belum secara luas dipahami dan diterima oleh sekelompok kecil saja. Dan kenapa hanya oleh segelintir orang, jawabannya bisa dicari dalam filsafat prenial itu sendiri. Untuk mengikuti aliran ini, seorang sarjana tidak cukup hanya mengabdikan pikirannya saja, melainkan seluruh hidupnya. Ia menuntut penghayatan total, bukan hanya sebatas study akademis terhadap persoalan agama bagi aliran ini . study agama dan agama-agama adalah aktivitas keagamaan itu sendiri, dan mempunyai makna keagamaan. Semua study agama hanya bermakna kalau ia memiliki makna keagamaan.

F.      Pemahaman agama melalui pendekatan kebudayaan
Dalam kamus umum bahasa Indonesia kebudayaan diartikan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, adat istiadat; dan berarti pula kegiatan (usaha) batin (akal dan sebagainya) untuk menciptakan sesuatu yang termasuk hasil kebudayaan. Sementara itu, Sutan takdir Alisjahbana mengatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang terjadi dari unsure-unsur yang berbeda seperti pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat istiadat dan segala kecakapan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.

Dengan demikian, kebudayaan adalah hasil daya cipta manusia dengan menggunakan dan menyerahkan segenap potensi batin yang dimilikinya. Didalam kebudayaan tersebut terdapat pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat istiadat dan sebagainya. Kebudayaan dapat juga digunakan untuk memahami agama yang terdapat pada tatanan empiris atau agama yang tampil dalam bentuk formal yang terjadi dimasyarakat. Pengamalan agama yang terdapat dimasyarakat tersebut diperoses oleh penganutnyadari sumber agama, yaitu wahyu melalui penalaran, misalnya kita membaca kitab fiqih, maka fiqih yang merupakan pelaksanaan dari nash al-Qur’an maupun hadits sudah melibatkan unsur penalaran dan kemampuan manusia. Dengan demikian, agama menjadi membudaya atau membumi ditengah-tengah masyarakat. Agama yang tampil dalam bentuknya yang demikian itu berkaitan dengan kebudayaan yang berkembang dimasyarakat tempat agama itu berkembang. Dengan melalui pemahaman terhadap kebuadayaan tersebut seseorang akan dapat mengamalkan ajarana agama.

            Kebudayaan dapat kita jumpai dengan contoh brepakaian, bergaul, bermasyarakat dan sebagainya. Dalam produk kebudayaan tersebut unsure agama ijut berintegrasi. Pakaian model jilbab, kebaya atau lainnya dapat dijumpai dalam pengamalan agama, sebaliknya tanpa adanya unsur budaya, maka agama akan sulit dilihat sosoknya secara jelas. Di DKI Jakarta misalnya, kita jumpai kaum priyayi ketika menikah mengenakan baju ala arab, sedangkan kaum wanitanya mengenakan baju ala China. Disitu terlihat produk budaya yang berbeda yang dipengaruhi oleh pemahaman keagamaannya.

BAB IIIPENUTUP
A.     Simpulan           Dari uraian materi diatas dapat disimpulkan bahwa agama itu dapat dipahami dari berbagai pendekatan.1.       Pendekatan teologi       Secara harfiah dapat diartikan sebagai upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka Ilmu Ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan dengan yang lainnya.2.       Pendekatan sosiologi       Dari tinjauan sosiologis, agama adalah ciri kehidupan sosial manusia secara universal, yang berarti semua masyarakat mempunyai cara-cara berpikir dan pola-pola perilaku yang memenuhi syarat agama. Selain itu Agama juga berarti perintah moral yang secara logis menjadi konsekuensi dari ajaran Tuhan. Dengan demikian, agama menjadi super struktur yang di dalamnya terdapat simbol, citra, kepercayaan, dan nilai-nilai spesifik makhluk manusia yang mereka interpretasikan sesuai dengan keberadaannya. Namun, agama juga mengandung komponen ritual, maka sebagian agama tergolong juga dalam struktur sosial.3.       Pendekatan historis       Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang, dan pelaku dariperistiwa tersebut.       Dengan kata lain, untuk memahami agama melalui metode ini seseorang harus paham dulu bagaimana asal mula agama itu sehingga bisa masuk ke pemahaman yang lebih dalam.4.       Pendekatan psikologiPsikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala perilaku yang dapat diamatinya.Dengan ilmu jiwa ini seseorang selain akan memahami tingkat keagamaan yang dihayati, difahami dan diamalkan seseorang, juga dapat digunakan sebagai alat untuk memasukkan agama ke dalam jiwa seseorang sesuai dengan tingkat usianya. Dengan ilmu ini agama akan menemukan cara yang tepat dan cocok untuk memahamkannya.5.       Pendekatan filosofis       Berpikir sacara filosofis dapat digunakan dalam memahami ajaran agama, dengan maksud agar hikmah, hakikat atau inti dari ajaran agama dapat dimengerti dan difahami secara seksama, dan pendekatan filosofi ini sudah banyak dilakukan oleh para ahli. Dengan menggunakan pendekatan filosofi seorang akan dapat memberi makna terhadap sesuatu yang dijumpainya. Dengan demikian ketika seorang mengerjakan suatu amal ibadah tidak akan merasa kekeringan spiritual yang dapat menimbulkan kebosanan, maka semakin pula meningkatkan sikap, penghayatan dan daya spiritualitas yang dimiliki seseorang. Dan filsafat juga digunakan ilmu-ilmu lain selain agama Islam. contoh: filsafat sejarah, ekonomi dan lain-lain.6.       Pendekatan kebudayaan       kebudayaan adalah hasil daya cipta manusia dengan menggunakan dan menyerahkan segenap potensi batin yang dimilikinya. Didalam kebudayaan tersebut terdapat pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat istiadat dan sebagainya. Kebudayaan dapat juga digunakan untuk memahami agama yang terdapat pada tatanan empiris atau agama yang tampil dalam bentuk formal yang terjadi dimasyarakat. Pengamalan agama yang terdapat dimasyarakat tersebut diperoses oleh penganutnya dari sumber agama, yaitu wahyu melalui penalaran, misalnya kita membaca kitab fiqih, maka fiqih yang merupakan pelaksanaan dari nash al-Qur’an maupun hadits sudah melibatkan unsur penalaran dan kemampuan manusia. Dengan demikian, agama menjadi membudaya atau membumi ditengah-tengah masyarakat. Agama yang tampil dalam bentuknya yang demikian itu berkaitan dengan kebudayaan yang berkembang dimasyarakat tempat agama itu berkembang. Dengan melalui pemahaman terhadap kebuadayaan tersebut seseorang akan dapat mengamalkan ajarana agama.
close
==[ Klik disini 1X ] [ Close ]==